Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) telah mengumpulkan penerimaan mencapai Rp 144,7 triliun sejak berdiri pada 2015 hingga 2021. Lebih dari separuh penerimaan tersebut dikumpulkan pada tahun lalu, yang mencapai Rp 72,45 triliun.
"Dana yang berhasil dihimpun hingga tahun 2021 mencapai 144,7 triliun yang berasal dari pungutan ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya, serta penerimaan dari pengelolaan dana," kata Direktur Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan Hadiyanto dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI, Senin (21/3).
Lebih dari separuh dana yang sudah dikumpulkan BLU kelapa sawit itu berasal dari tahun lalu yang mencapai Rp 72,45 triliun. Realisasi penerimaan tahun lalu jauh di atas yang ditargetkan sebesar Rp 13,38 triliun.
Dana yang dikumpulkan tahun lalu juga jauh di atas penerimaan tahun-tahun sebelumnya yakni Rp 21,27 triliun pada tahun 2020, Rp 1,480 triliun pada 2019, Rp 15,46 triliun pada 2018, Rp 14,79 triliun pada 2017, Rp 12,3 triliun pada 2016 dan Rp 6,97 triliun pada 2015.
Dana yang dikumpulkan oleh BPDPKS tersebut dicatat sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Untuk tahun ini, target peneriman BPDPKS sebesar Rp 32,4 triliun atau lebih tinggi dibandingkan target tahun lalu.
Dari anggaran yang sudah dikumpulkan BPDPKS, dana itu kemudian dikelola untuk sejumlah belanja. Selama periode tujuh tahun tersebut, total belanja BPDPKS sudah mencapai Rp 119,05 triliun.
Sebagian besar belanja BPDPKS digunakan untuk memberi insentif biodiesel yakni Rp 110,03 triliun. Anggaran itu dipakai untuk memberi insentif berupa penyaluran 33,05 juta kilo liter biodiesel yang bertujuan menjaga stabilitas harga CPO, kemandirian energi, dan pengurangan emisi.
Selain itu, anggaran digunakan untuk belanja program peremajaan sawit rakyat (PSR) sebesar Rp 6,59 triliun. Output dari belanja ini yakni dukungan PSR untuk 242,5 ribu hektar lahan.
Adapun anggaran juga digunakan untuk keperluan belanja lainnya termasuk untuk mendukung program penelitan dan pengembangan sebesar Rp 413 miliar. Hasil dari belanja penelitian dan pengembangan ini meliputi 234 kontrak kerja sama, 213 publikasi, 42 paten dan enam buku.
Pada tahun ini, BPDPKS menargetkan belanja lembaga tersebut dapat mencapai Rp 5,7 triliun. Ini terdiri dari belanja untuk insentif biodiesel sebesar Rp 4,1 triliun, peremajaan perkebunan kelapa sawit Rp 1,2 triliun, dan sisanya untuk belanja lain seperti riset, sarana prasarana serta promosi dan kemitraan.
"Tentu dengan perkembangan kenaikan harga sawit dan kebutuhan belanja BPDPKS, maka akan ada revisi terhadap Rencana Bisnis Anggaran (RBA) awalnya," kata Hadiyanto.
Adapun belanja insentif biodiesel diharapkan bisa disalurkan untuk 10,15 juta kilo liter biodiesel, peremajaan dapat dilakukan terhadap 180 ribu hektar kebun kelapa sawit. Selain itu, anggaran belanja BPDPKS juga diharapkan dapat digunakan untuk penyediaan dana untuk pembayaran selisih harga acuan keekonomian dan harga eceran tertinggi untuk 1,2 juta minyak goreng.