Utang Indonesia Tembus Rp6.000 T, IMF Menilai Tahan Hadapi Guncangan

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Ilustrasi. IMF menyebut utang pemerintah RI tetap tangguh meski dihadapkan pada risiko guncangan fiskal.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Yuliawati
25/3/2022, 14.03 WIB

Dana Moneter Internasional atau IMF menyebut pengelolaan utang pemerintah Indonesia masih akan tetap stabil di bawah batas atas 60% dari Produk Domestik Bruto (PDB) setidaknya dalam jangka menengah hingga 2027. Utang pemerintah RI juga dinilai tetap tangguh sekalipun dihadapkan pada risiko guncangan fiskal.

Adapun utang pemerintah sampai dengan akhir Januari 2022 mencapai Rp 6.919,15 triliun. Nilai tersebut setara dengan 39,36% dari PDB.

"Dinamika utang publik kuat terhadap guncangan standar dan uji stres. Bahkan di bawah skenario yang paling parah dengan gabungan guncangan di makro fiskal, total utang pemerintah akan stabil sekitar 51% dari PDB atau 364% dari pendapatan negara pada 2027," kata IMF dalam laporannya dikutip Jumat (25/3).

Dalam skenario dasar IMF, utang pemerintah diproyeksikan stabil di kisaran 41% dari PDB dalam jangka menengah. Utang pemerintah diperkirakan berada di level 41,3% PDB pada 2027. Ini terutama didukung oleh penurunan defisit primer dan perbedaan pertumbuhan suku bunga kumulatif yang sekitar minus 7% dalam jangka menengah.

Kenaikan utang di beberapa tahun mendatang terutama yang berasal dari dalam negeri dengan mata uang rupiah. Sedangkan peningkatan utang dengan mata uang asing tidak naik banyak. Selain itu, mayoritas utang pemerintah dalam jangka menengah juga merupakan utang jangka panjang, dan utang jangka pendek diperkirakan terus menyusut.

Skenario dasar IMF memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah (APBN) akan menyempit menjadi sekitar 4% pada 2022 sebelum turun menjadi 2,2% dari PDB dalam jangka menengah. Seperti diketahui, 2022 menjadi tahun terakhir bagi pemerintah diperbolehkan defisit lebih dari 3%.

Defisit keseimbangan primer tahun ini diperkirakan 1,3% dari PDB dan akan menyusut ke kisaran 0,4% PDB dalam jangka menengah. Kebutuhan pembiayaan bruto juga diperkirakan akan tetap moderat, secara bertahap turun dari 6,6% dari PDB pada tahun 2021 menjadi sekitar 3,8% pada tahun 2027.

Meski demikian, dengan berbagai prospek positif tersebut, IMF memberikan catatan adanya risiko fiskal yang perlu dikelola pemerintah secara hati-hati. "Risiko fiskal yang timbul dari pendapatan yang berpotensi lebih lemah dari perkiraan, neraca BUMN yang meningkat, dan kerja sama publik-swasta perlu dikelola dengan hati-hati, terutama karena pemulihannya bisa lebih lambat dari yang diproyeksikan pada baseline," kata IMF.

IMF menyebut pemerintah Indonesia menyatakan setuju dengan hasil analisis yang dilakukan lembaga terkait keberlanjutan utang tersebut.

Adapun terkait utang luar negeri (ULN) Indonesia masih akan stabil di sekitar 34% dari PDB dalam jangka menengah. Kondisi ini karena proyeksi pertumbuhan ekonomi yang kuat akan mengimbangi meningkatnya kebutuhan pembiayaan eksternal karena neraca berjalan kembali menjadi defisit. Untuk diketahui, utang luar negeri ini mencakup kepemilikan oleh pemerintah, bank sentral dan swasta.

ULN Indonesia dinilai akan tetap kuat sekalipun terjadi guncangan suku bunga, transaksi berjalan dan pertumbuhan, tetapi akan sensitif terhadap guncangan nilai tukar. Depresiasi nilai tukar sebesar 30% pada tahun 2022 berpotensi meningkatkan ULN menjadi 49% dari PDB pada 2023.

Sebelumnya IMF meramalkan ekonomi global tahun ini akan cukup sulit. IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi beberapa negara turun. 

Dalam World Economic Outlook Update edisi Januari 2022, IMF memprediksi negara-negara adidaya seperti Amerika dan Cina akan mengalami perlambatan ekonomi, yang kemudian akan turut melemahkan pertumbuhan ekonomi global dari level 5,9% di tahun 2021 menjadi 4,4% di tahun 2022. Berikut grafik Databoks: 

Reporter: Abdul Azis Said