Penerapan cukai plastik dan minuman berpemanis yang semula akan diterapkan pada tahun ini berpeluang kembali ditunda menjadi tahun depan. Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Askolani mengatakan pihaknya masih wait and see untuk menerapkan kedua jenis cukai baru ini karena mempertimbangkan pemulihan ekonomi dan kondisi daya beli masyarakat.
"Kami akan menyesuaikan dengan arahan pimpinan, apakah bisa dilaksanakan pada akhir 2022 atau kemudian dibawa ke tahun depan. Kami buka semua opsinya, melihat kondisi riil yang dihadapi pelaku usaha dan juga masyarakat," kata Askolani dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, Senin (4/4).
Ia menegaskan, ekstensifikasi cukai ini tidak semata-mata mengejar target peningkatan penerimaan negara. Penerapannya juga perlu mempertimbangkan aspek dukungan terhadap pemulihan ekonomi.
Pernyataan tersebut disampaikan Askolani setelah Anggota Komisi XI DPR RI fraksi Golkar Puteri Anetta Komarudin meminta pemerintah untuk mencermati kondisi pemulihan ekonomi sebelum memulai penerapan jenis cukai baru ini. Menurut dia, konsumsi masyarakat belum pulih dan terjadi kenaikan tarif di beberapa sektor.
"Kami berharap rencana ini bisa diberlakukan apabila konsumsi dan daya beli masyarakat telah sepenuhnya pulih sehingga tidak membebani masyarakat," ujarnya.
Rencana pengenaan cukai baru ini kembali digulirkan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada tahun lalu. Pemerintah bahkan telah memasang target penerimaan dari cukai plastik dan minuman berpemanis dalam APBN 2022. Berdasarkan nota keuangan APBN 2022, target penerimaan dari cukai minuman berpemanis ditetapkan sebesar Rp 1,5 triliun, sementara cukai plastik sebesar Rp 1,9 triliun.
Analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Sarno mengatakan, cukai minuman berpemanis akan dibahas dengan DPR RI dalam rangka penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023.
"Yang perlu kami lakukan dalam waktu dekat setelah mendapat arahan pasti dari Bu Menkeu adalah, apakah akan segera eksekusi, kami akan segera sampaikan surat permohonan persetujuan dari Komisi XI DPR," kata Sarno dalam Webinar Urgensi Implementasi Kebijakan Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan di Indonesia, Kamis (31/3).
Sarno menilai penerapan cukai dapat masuk dalam rencana APBN Perubahan 2022 jika diskusi dengan DPR dapat berlangsung dengan cepat. Ia memastikan perluasan atau ekstensifikasi barang kena cukai, terutama produk pangan yang berisiko tinggi terhadap kesehatan dengan mengandung garam, gula, dan lemak tinggi telah sesuai dengan amanah Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020-2024.
Ia berharap penerapan cukai MBDK diharapkan dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas. Sarno juga memastikan cukai MBDK akan dapat diterapkan pada jenis minuman yang kandungan gulanya melampaui batas atas yang ditetapkan pemerintah. Saat ini, pemerintah masih berdiskusi terkait batas maksimal kandungan gula dalam minuman.
"Kami ingin minuman dengan kadar gula lebih tinggi dikenakan tarif yang lebih tinggi. Cuma kira-kira kita ingin membuat threshold juga, seberapa besar kandungan gula yang masih aman dikonsumsi sehingga tidak dikenakan cukai," ujarnya.