Pemerintah memastikan ketahanan eksternal Indonesia masih cukup kuat untuk merespons gejolak yang muncul dari pengetatan pasar keuangan usai kenaikan bunga global. Hal ini salah satunya ditopang oleh kinerja neraca dagang yang masih akan mencetak surplus jumbo.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, ketegangan akibat perang Rusia dan Ukraina memicu kenaikan harga komoditas yang kemudian mengerek inflasi. Tekanan harga ini memaksa banyak bank sentral dunia memperketat kebijakan moneternya yang kemudian memunculkan ketidakpastian di pasar keuangan global.
"Sektor eksternal Indonesia diperkirakan tetap resilience pada 2022. Neraca perdagangan masih melanjutkan tren surplus selama 22 bulan berturut-turut. Surplus tersebut kembali meningkat setelah mengalami penyempitan dalam tiga bulan terakhir," Airlangga dalam webinar Indonesia Data dan Economic Conference (IDE) 2022 yang digelar oleh Katadata.co.id, Kamis (7/4)
Badan Pusat Statistik mencatat neraca perdagangan Indonesia surplus US$ 3,83 miliar pada Februari 2022. Surplus ini berbalik menguat setelah tiga bulan sebelumnya terus turun dan sempat hanya menyentuh US$ 960 juta di awal tahun ini. Kinerja tersebut ditopang oleh ekspor yang berhasil tumbuh 34,14% secara tahunan atau year on year, lebih tinggi dari pertumbuhan impor sebesar 25,43%.
Peningkatan pada surplus neraca dagang ini tidak lepas dari pengaruh konflik di Ukraina yang mengerek kenaikan harga komoditas, termasuk beberapa komoditas unggulan Indonesia seperti batu bara, CPO dan nikel. Tren ini yang menurut Airlangga masih akan menjadi penopang optimisme terhadap kinerja neraca perdagangan Indonesia tahun ini.
Bukan hanya memanfaatkan berkah kenaikan harga, ekspor Indonesia juga akan terus didorong melalui pemberian sejumlah insentif. Pelaku ekspor diharap dapat memanfaatkan perpanjangan batas pengajuan sanksi penangguhan ekspor yang berlaku sampai akhir tahun ini. Di samping itu, adanya kerja sama penyelesaian transaksi dengan mata uang lokal atau local currency settlement (LCS) antara RI dengan empat negara mitra utama, Malaysia, Cina, Jepang dan Thailand, diharap bisa mendongkrak kinerja ekspor.
Kinerja ekspor yang baik ini menjadi bekal terhadap optimisme terhadap pemulihan ekonomi domestik. "Prospek ekonomi yang membaik ini juga akan membantu kepercayaan investor sehingga mendukung peningkatan investasi," ujarnya.
Indonesia telah meruap aliran investasi hingga Rp 901 triliun pada tahun lalu, lebih tinggi dibandingkan target awal pemerintah. Airlangga memastikan akan terus mendorong investasi dengan memberikan insentif yang bisa meningkatkan utilitas industri dan mendorong perbaikan iklim usaha di dalam negeri.
Bank Pembangunan Asia atau ADB dalam asesmen terbarunya melihat volume ekspor barang Indonesia pada tahun ini kemungkinan akan turun. Meski demikian, kondisi tersebut akan diimbangi oleh kenaikan harga komoditas, terutama nikel dan batu bara. Di sisi lain, impor juga masih akan tinggi dipengaruhi kenaikan harga dan meningkatnya permintaan domestik.
"Ekspor jasa akan tumbuh moderat karena pemulihan yang masih lambat dalam pariwisata nasional," kata ADB dalam laporannya, Rabu (6/4).
ADB melihat pertumbuhan ekspor Indonesia hanya akan separuh dari kinerja tahun lalu. Tetapi dengan optimisme terhadap pemulihan yang lebih kuat dari sisi konsumsi dan investasi, bank meramalkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bisa di 5%. Pertumbuhan diprediksi lebih kuat lagi tahun depan menjadi 5,2%.