Stabilitas Sistem Keuangan Normal, KSSK Tetap Waspadai Dampak Perang

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai pemulihan ekonomi terjaga ditopang semakin baiknya penanganan Covid-19 yang diikuti dengan pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
13/4/2022, 09.21 WIB

Komite Stabilitas Sistem Keuangan melihat kondisi stabilitas sistem keuangan Indonesia pada kuartal pertama tahun ini berada dalam kondisi normal di tengah tekanan eksternal yang meningkat akibat perang Rusia dan Ukraina. Meski demikian, KSSK memastikan akan tetap mewaspadai potensi gejolak eksternal. 

"Stabilitas sistem keuangan Indonesia dalam kondisi normal di tengah tekanan eksternal yang meningkat akibat perang di Ukraina," ujar Menteri Keuangan sekaligus Ketua KSSK Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers Hasil Rapat Berkala KSSK, Rabu (13/4). 

Sri Mulyani menilai pemulihan ekonomi terjaga ditopang semakin baiknya penanganan Covid-19 yang diikuti dengan pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tetap kuat didukung oleh kegiatan konsumsi masyarakat, kegiatan investasi, serta dukungan belanja pemerintah,

Menurut Sri Mulyani, sejumlah indikator perekonomian hingga awal Maret terlihat membaik. Hal ini terlihat dari kinerja Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK), penjualan eceran, penjualan kendaraan bermotor, konsumsi semen, dan konsumsi listrik. 

"Kinerja ekspor juga mengalami peningkatan signifikan, tetapi harus diwaspadai adanya perkembangan perdagangan ekonomi global dan pertumbuhan ekonomi global yang terancam oleh perang Rusia dan Ukraina," kata dia. 

Ia menjelaskan, sanksi-sanksi Amerika Serikat dan negara-negara anggota G7 terhadap Rusia di tengah masih terjadinya gangguan pasokan menekan volume perdagangan dan prospek ekonomi global. Perang juga telah memicu kenaikan harga komoditas global secara signifikan, terutama pada komoditas energi pangan dan logam. 

"Kenaikan inflasi global, perang antara Rusia dan Ukraina menciptakan tantangan bagi normalisasi kebijakan moneter di negara-negara maju yang kemudian meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan global" kata Sri Mulyani. 

Respons kebijakan moneter negara maju terhadap inflasi yang dihadapkan pada potensi perlambatan ekonomi menimbulkan riak pada aliran modal asing di negara emerging market, termasuk Indonesia. "Ini sejalan langkah investor melakukan realokasi aset untuk mencari tempat yang aman atau safe heaven assets," katanya. 

Ia mencatat terjadi aliran modal asing keluar dari investasi portofolio sepanjang kuartal pertama tahun ini mencapai US$ 1,3 miliar. Namun, ia menekankan, tekanan aliran modal asing keluar ini masih lebih baik dibandingkan emerging market lainnya. Kondisi inflasi dan nilai tukar rupiah juga masih terjaga dengan baik. 

"KSSK tetap mewaspadai dan akan terus memantau stabilitas sistem keuangan untuk tetap menjaga stabilitas sistem keuangan kita," ujarnya. 

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menilai perekonomian Indonesia memiliki daya tahan yang kuat menghadapi gejolak eksternal, termasuk potensi kenaikan suku bunga Amerika Serikat. Bank Sentral akan memastikan stabilitas  nilai tukar rupiah tetap terjaga dari dampak kenaikan suku bunga dan perang Rusia Ukraina. 

"Tekanan geopolitik Rusia dan Ukraina tidak dipungkiri juga meningkatkan tekanan harga pangan dan harga energi. Asesmen kami sejauh ini, inflasi masih dapat terjaga pada sasaran 2% hingga 4%," kata dia. 

Pemerintah dan BI akan terus memantau perkembangan harga dan inflasi untuk menjaga stabilitas moneter dan perekonomian. BI juga memastikan kebijakan suku bunga selalu didasarkan pada perkiraan inflasi dan pertumbuhan ekonomi ke depan.