Pemerintah Tarik Pinjaman, Utang Luar Negeri RI Naik Jadi Rp 5.982 T
Bank Indonesia melaporkan posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir Februari 2022 sebesar US$ 416,3 miliar atau setara Rp 5.982 triliun, bertambah US$ 2,1 miliar dalam sebulan. Peningkatan posisi ULN Indonesia terutama terjadi pada utang pemerintah karena adanya penarikan pinjaman multilateral.
Meski secara bulanan naik, posisi ULN Indonesia tercatat turun sebesar 1,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. ULN melanjutkan kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 1,6%.
Utang luar negeri pemerintah hingga akhir Februari tercatat US$ 201,1 miliar, naik dari bulan sebelumnya US$ 199,3 miliar. Namun, utang pemerintah ini secara tahunan terkontraksi 3,9%. Kenaikan ULN pemerintah pada Februari dibandingkan bulan sebelumnya disebabkan oleh penarikan neto pinjaman luar negeri yang digunakan untuk mendukung pembiayaan program dan proyek.
"Ini antara lain berupa dukungan pembiayaan pembangunan dan peningkatan kapasitas infrastruktur serta program peningkatan daya saing, modernisasi industri, dan akselerasi perdagangan dari International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) dan Asian Development Bank (ADB)," kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/4)
Adapun sentimen positif kepercayaan pelaku pasar global yang tetap terjaga mendorong investor asing kembali menempatkan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik.
Penarikan ULN pada Februari 2022 masih diutamakan untuk mendukung belanja prioritas pemerintah, termasuk upaya penanganan Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Penggunaan ULN ini untuk belanja prioritas antara lain sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial 24,6% dari total ULN Pemerintah, sektor jasa pendidikan 16,5%, sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib 15,1%, sektor konstruksi 14,2%, serta sektor jasa keuangan dan asuransi 11,8%.
Posisi ULN yang dipegang Bank Indonesia juga naik tipis US$ 22 juta dibandingkan bulan sebelumnya. ULN milik swasta juga naik sebesar US$ 444 juta dalam sebulan menjadi US$ 206,3 miliar. Meski demikian, posisi ULN swasta ini terkontraksi 2% secara tahunan, lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya yang terkontraksi 0,8%.
Berdasarkan sektornya, ULN swasta terbesar bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap atau air panas, dan udara dingin, sektor industri pengolahan, serta sektor pertambangan dan penggalian. Utang dari empat sektor tersebut mencakup 77% dari total ULN swasta.
Dengan posisi tersebut, Erwin menyebut struktur ULN Indonesia tetap sehat. Ini tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang relatif stabil di kisaran 34,2%, sedikit meningkat dibandingkan rasio pada bulan sebelumnya yang sebesar 34%.
"Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap sehat, ditunjukkan oleh ULN Indonesia yang tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang, dengan pangsa mencapai 87,8% dari total ULN," kata Erwin.
Posisi ULN Pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,8% dari total ULN Pemerintah. Sementara, ULN jangka panjang milik swasta mencakup 75,6% dari total ULN swasta.