Sri Mulyani Pastikan Indonesia Tak Kena Krisis Utang seperti Sri Lanka

ANTARA FOTO/REUTERS/Dinuka Liyanawatte/WSJ/cf
Krisis utang ditambah dengan inflasi tinggi membuat situasi domestik Sri Lanka saat ini juga makin kacau.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
20/4/2022, 15.30 WIB

Pemerintah memastikan kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih sangat baik, jauh berbeda jika dibandingkan Sri Langka yang saat ini dihadapkan pada krisis utang. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut tekanan terhadap APBN Indonesia tidak seberat negara lain, salah satunya karena windfall dari harga komoditas. Ia menyebut, tren pembiayaan utang bahkan menurun. 

Sri Mulyani mengatakan, tidak sedikit masyarakat yang mulai menanyakan kepadanya soal kondisi APBN dalam negeri seiring ramainya krisis di Sri Lanka. "Dalam hal ini, kami melihat kondisi APBN Indonesia jauh sangat berbeda dengan situasi yang dihadapi oleh negara seperti Sri Lanka," ujarnya dalam Konferensi Pers APBN KiTA edisi April, Rabu (20/4).

Sri Lanka tengah menghadapi beban utang yang sangat berat. Moody's memperkirakan beban utang pemerintah mencapai 104% dari produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir tahun lalu dan diperkirakan melampaui 125% pada akhir tahun ini. Pembayaran bunga utang pemerintah menyerap lebih dari 70% pendapatan negara, sedangkan pendapatan negaranya kurang dari 9% PDB.  Krisis utang ditambah dengan inflasi tinggi membuat situasi domestik Sri Lanka saat ini juga makin kacau.

 

Menurut Sri Mulyani, Indonesia merupakan salah satu negara yang kondisi APBN-nya cukup baik dan memulai konsolidasi fiskal sangat cepat. Pemerintah mematok target defisit APBN kembali di bawah 3% pada tahun depan. Defisit tahun ini juga diperkirakan lebih rendah dari target dalam APBN. Kondisi ini tidak lepas karena dampak positif dari kenaikan harga komoditas serta berlanjutnya pemulihan ekonomi sehingga defisit bisa ditekan.

"Hari ini saya bicara dengan Argentina, Brasil dan Malaysia, mereka mendapatkan windfall profit, sedangkan negara yang tidak memiliki komoditas, maka tekanan akan lebih tinggi dari sisi defisit dan juga subsidinya," kata Sri Mulyani.

Penurunan pada defisit mendorong pemerintah untuk mengerem penerbitan utang. Bendahara negara itu sebelumnya juga menargetkan untuk mengurangi penerbitan utang tahun ini hingga Rp 100 triliun. 

Pada kuartal pertama tahun ini, pembiayaan utang dalam APBN sudah turun 55%. Ini terutama karena penurunan pada penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) hingga 60%.

"Tahun lalu, defisitnya meledak karena memang kita sedang pulih dan belanja Covid-19 luar biasa besar untuk bansos. Tahun ini, kami mulai menormalisasi dan menyehatkan APBN," ujarnya.

Kondisi ini, menurut dia, membuat APBN Indonesia memiliki ketahanan yang cukup ketika menghadapi volatilitas di pasar keuangan saat ini. Dengan kondisi kas yang cukup, pemerintah dapat mengurangi penerbitan SBN di tengah tekanan pasar keuangan.

Pengelolaan yang baik tersebut juga memberikan optimisme investor terhadap reputasi APBN Indonesia. Sejumlah rating agency juga telah memberikan konfirmasi atas kredibilitas APBN Indonesia.

"Ini tren perbaikan dan penguatan APBN yang harus terus dijaga, tetapi kita juga harus tetap waspada karena memang krisis pandemi belum selesai dan muncul risiko-risiko baru," ujarnya.

Reporter: Abdul Azis Said