Penetapan Tersangka Kasus Minyak Goreng Meresahkan Pengusaha

ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/wsj.
Ilustrasi. Pengusaha minyak goreng khawatir untuk mengikuti program minyak goreng curah bersubsidi ini dan mengatakan ingin mundur setelah penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
21/4/2022, 06.30 WIB

Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengakui ada kekhawatiran di kalangan pengusaha untuk  berpartisipasi dalam program minyak goreng curah bersubsidi setelah penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung. Namun, GIMNI  memastikan, tidak ada rencana memboikot program minyak goreng curah subsidi. 

"Mereka saya minta tidak perlu takut, asalkan berjalan sesuai regulasi dan aturan pemerintah. Kalau tak ikut, nanti kami bisa dicap menjalankan boikot terhadap program minyak goreng curah bersubsidi ini," kata Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga dalam keterangan resmi, Rabu (20/4). 

Sahat mengklarifikasi pemberitaan di sejumlah media online terkait ancaman boikot minyak goreng curah usai penetapan empat tersangka dugaan korupsi minyak goreng. 

Ia mengatakan, memang ada keresahan dari perusahaan minyak goreng anggota GIMNI.  Beberapa pengusaha minyak goreng anggota GIMNI menelepon dan menyampaikan ketakutannya untuk mengikuti program minyak goreng curah bersubsidi ini dan mengatakan ingin mundur.

Namun demikian, ia menyarankan agar 36 anggota GIMNI untuk tetap menjalankan program minyak goreng curah subsidi saat ini. Ia mengatakan, program ini telah memiliki sistem digital besutan Kementerian Perindustrian.

Adapun sistem tersebut mencatat semua kegiatan pabrikan dalam program minyak goreng curah bersubsidi. Sistem digital yang dimaksud adalah Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS) dan Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH). 

Kejaksaan Agung pada Selasa (19/4)  menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian izin ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah yang menjadi bahan baku minyak goreng, pada periode Januari 2021 hingga Maret 2022.

Mereka adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen PLN Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana, serta tiga orang dari pihak swasta, yaitu Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; dan General Manager PT Musim Mas, Togar Sitanggang.

Dalam perkara ini, Indrasari selaku Dirjen PLN Kemendag berperan sebagai pihak yang menerbitkan persetujuan ekspor (PE) terkait CPO dan produk turunannya kepada tiga perusahaan. Sementara tersangka Parulian Tumanggor, Stanley, dan Togar Sitanggang diduga melakukan komunikasi secara intens dengan tersangka Indrasari untuk mengajukan PE, tanpa memenuhi Domestic Market Obligation (DMO) atau kewajiban penjualan di dalam negeri.

Seperti diketahui, aturan DMO mengatur eksportir CPO untuk menyalurkan 20% dari total volume ekspor ke dalam negeri dalam bentuk minyak goreng atau bahan baku minyak goreng (Olein). Salah satu skema yang dapat digunakan adalah bekerja sama dengan eksportir CPO yang memiliki fasilitas produksi minyak goreng atau pabrikan minyak goreng. 

Reporter: Andi M. Arief