Bank for International Settlement (BIS) menilai penerbitan mata uang digital bank sentral (CBDC) atau rupiah digital dapat mendorong inklusi keuangan di Indonesia. Rupiah digital dapat menjangkau kelompok masyarakat Indonesia yang selama ini masih belum memiliki akun bank atau unbanked.
General Manager BIS Agustin Carstens mengatakan, penerbitan mata uang digital dapat membantu memperdalam inklusi keuangan dan mengatasi batasan antara mereka yang sudah mengakses layanan perbankan dengan yang belum.
"Hal ini terutama relevan untuk negara-negara seperti Indonesia, yang memiliki wilayah pulau yang luas dan masih banyak penduduknya yang yang belum memiliki akses ke layanan keuangan," kata Carstens dalam diskusi daring, Senin (25/4).
Ia menyebut ada beberapa faktor yang menyebabkan masih banyak masyarakat Indonesia yang tergolong unbanked. Selain karena kemiskinan, faktor lainnya yakni pertimbangan terhadap biaya logistik, jarak perjalanan serta dokumen. dan proses yang diperlukan saat pembukaan rekening baru. Di samping itu, kurangnya kepercayaan terhadap institusi perbankan dan lembaga keuangan lainnya mendorong banyak masyarakat masih unbanked.
Oleh karena itu, penerbitan mata uang digitilah seperti rupiah digital dapat menjadi alternatif atas persoalan tersebut. CBDC menyediakan alternatif biaya yang lebih rendah yang juga memungkinan adanya integrasi antar penyedian layanan keuangan. CBDC juga menawarkan uji tuntas atau due diligence yang lebih sederhana bagi pelanggan.
"Tetapi memang perlu solusi agar CBDC bisa bekerja bahkan di area dengan konektivitas internet yang buruk, dan solusi tersebut harus terintegrasi dengan solusi atas identitas digital untuk memastikan layanan dan privasi berjalan mulus," ujarnya.
Gubernur BI Perry Warjiyo yang hadir dalam acara yang sama dengan Carstens menjelaskan, ada tiga alasan pentingnya penerbitan mata uang digital. Pertama, CBDC makin dibutuhkan di tengah pesatnya perkembangan aset digital, terutama aset kripto. Menurutnya, tren aset kripto bisa menimbulkan risiko terhadap stabilitas keuangan dan moneter global. Di samping itu juga terdapat risiko pemanfaatan kripto untuk kejahatan berupa pencucian uang dan pendanaan terhadap terorisme.
Kedua, sudah banyak bank sentral yang ancang-ancang menerbitkan CBDCnya masing-masing. "Dan tentu ada banyak pertanyaan bagaimana cara terbaik bagi bank sentral untuk menerbitkan CBDC," kata Perry.
Ketiga, nasib sistem moneter internasional kedepannya. Perkembangan mata uang digital tentu menimbulkan pertanyaan terkait bagaimana sistem moneter internasional, dolarisasi dan bagaimana penentuan nilai tukar antar negara nantinya. Karena itu, perlu ada pembahasan untuk mencapai prinsip umum dan kesepakatan yang luas antarnegara.