Pandemi Mereda, Ini Sederet Risiko Global yang Menghantui Tahun Depan

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Ilustrasi. Pemerintah memastikan, kebijakan APBN pada tahun depan akan tetap mengarah kepada konsolidasi menuju defisit di bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB).
Penulis: Agustiyanti
28/4/2022, 14.38 WIB

Pemerintah memperkirakan pandemi Covid-19 akan mereda pada tahun depan, Namun demikian, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengingatkan risiko ketidakpastian pada 2023 masih tinggi dengan meningkatnya risiko global seperti geopolitik, tekanan inflasi, dan pengetatan moneter.

"Seluruh risiko global ini memiliki dampak kepada penerimaan negara. Namun,  APBN akan tetap melakukan perlindungan masyarakat dan transfer ke daerah," ujar Suahasil dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2022 di Jakarta, Kamis (28/4). 

Ia menekankan, kebijakan APBN pada tahun depan akan tetap mengarah kepada konsolidasi menuju defisit di bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB). Namun demikian, menurut Suahasil, pagu alokasi belanja kementerian/lembaga harus bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu, Suahasil menekankan, belanja pemerintah harus dipertajam menjadi fleksibel, produktif efisien, efektif, dan antisipatif merespons dinamika perekonomian. "APBN berfungsi sebagai shock absorber," ujarnya.

Ia menjelaskan, belanja pemerintah pada tahun depan diarahkan untuk penajaman belanja. Ini sejalan dengan phasing out penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi, fleksibilitas belanja dalam mengantisipasi ketidakpastian, serta peningkatan pelayanan.

Adapun nggaran tahun depan diprioritaskan untuk meningkatkan produktivitas perekonomian melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, penyelesaian pembangunan infrastruktur, dan reformasi birokrasi.

"Di dalam kami mendesain rencana kerja pemerintah, inilah kondisi fiskal dan arahan dari kebijakan fiskal ke depan," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Presiden Joko Widodo mengingatkan jajaran pemerintah pusat dan daerah agar bersiap menghadapi dampak krisis ekonomi dan politik dunia hingga tahun depan. Oleh sebab itu ia meminta semua pihak waspada dan menyiapkan antisipasinya.

Jokowi mengatakan, situasi saat ini tidak mudah lantaran Covid-19 belum sepenuhnya berakhir. Kondisi semakin memburuk lantaran ada gangguan rantai pasok dunia serta konflik Rusia dengan Ukraina yang berdampak pada krisis energi serta pangan.

"Saya beri gambaran agar semua waspada, antisipasinya harus tepat dan harus siap jika krisis berlanjut hingga tahun depan," kata Jokowi saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2022 di Istana Negara, Kamis (28/4). 

Kenaikan harga yang terjadi di tingkat global saat ini melonjak secara tajam. Dia mencontohkan, inflasi di Turki telah mencapai 61,1%, sedangkan inflasi Amerika Serikat sebesar 8,5 %. "Di kita terakhir 2,6 %. Ini harus bersama-sama diperbaiki," katanya.

Adapun hasil survei Charta Politika menunjukkan penilaian publik terhadap kondisidi Tanah Air pada bulan April 2022 kurang terlalu baik jika dibandingkan dengan penilaian pada Februari 2022.

Pada April 2022, sebanyak 56,4% responden mengaku bahwa ekonomi Indonesia berada dalam situasi yang buruk. Angka tersebut naik 4 poin dibanding Februari 2022 (52,4%).

Reporter: Antara