KSP : Ekonomi RI Kuat meski Kondisi Global Fluktuatif

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi Gedung (12/8).
Penulis: Lavinda
8/5/2022, 18.08 WIB

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Edy Priyono menilai perekonomian Indonesia pada awal tahun ini berada dalam kondisi baik. Hal ini tercermin dari kinerja permintaan nasional yang positif dan kekuatan produksi.

Kendati demikian, situasi global dianggap masih bergejolak saat ini. Terindikasi dari kondisi perang Rusia dan Ukraina yang masih terus berlangsung, kenaikan harga komoditas, kondisi pandemi Covid-19 di China, dan potensi penurunan pertumbuhan ekonomi global.

Oleh karena itu, masyarakat diimbau tetap mewaspadai dampak lanjutan dari fluktuasi ekonomi global tersebut.  

Edy mengungkapkan, dari sisi permintaan, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mencatatkan ekspansi enam bulan berturut-turut, dan terakhir di level III atau di zona optimistis (>100).

"Ini menunjukkan optimisme konsumen terhadap perekonomian terjaga," kata Edy dalam keterangan tertulis, Minggu (8/5).

Menurut dia, kinerja permintaan yang positif juga ditunjukkan oleh indeks penjualan ritel yang tumbuh 8,6% secara tahunan pada Maret 2022. Menurutnya, pertumbuhan penjualan ritel yang cukup tinggi menjadi hal penting, mengingat penopang utama pendapatan domestik bruto (PDB) adalah konsumsi rumah tangga.

"Tren positif pertumbuhan penjualan ritel dan IKK diharapkan dapat menopang pertumbuhan ekononi di triwulan 1 2022," ujarnya.

Sementara itu, sisi produksi ditunjukkan melalui keyakinan manajer bisnis di sektor manufaktur Indonesia yang masih di zona ekspansif di level 51,3 pada Maret 2022, dan konsisten ekspansi selama tujuh bulan berturut-turut.

Selain itu, kinerja positif produksi juga tampak dari utilisasi industri pengolahan yang mendekati level sebelum pandemi, yakni 72,45% pada triwulan I 2022. Dengan demikian risiko inflasi ke depan dapat diminimalisir.

Meski demikian, lanjut Edy, Indonesia tetap harus mewaspadai dampak lanjutan transmisi dari perang, kenaikan harga komoditas, kondisi pandemi Covid-19 di China, dan potensi penurunan pertumbuhan ekonomi global.

"Jika kondisi tersebut terus berkelanjutan akan berdampak pada meningkatnya inflasi, penurunan daya beli, dan menekan fiskal," ujarnya.

Anggaran negara harus lebih banyak menyediakan dukungan bantalan sosial bagi masyarakat, dan menekan pasar keuangan melalui pelemahan rupiah serta meningkatnya tingkat bunga pasar.

Menghadapi kondisi tersebut, pemerintah menyiapkan berbagai langkah antisipatif, antara lain: melakukan diversifikasi tujuan ekspor maupun sumber impor dan mendorong penggunaan local currency settlement system (LCS) dalam transaksi ekspor impor, serta mendorong efisiensi dan pemulihan industri pengolahan.

Pemerintah juga memperkuat perlindungan sosial ekonomi yang lebih tepat sasaran melalui reformasi subsidi dan pembenahan basis data.