Tahan Guncangan Ekonomi, Sri Mulyani Sudah Gelontorkan Bansos Rp 129 T
Kementerian Keuangan mencatat realisasi anggaran perlindungan sosial hingga 30 April 2022 mencapai Rp 129 triliun, naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 124 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, bansos menjadi bantalan pemerintah untuk manjaga daya beli masyarakat dari dampak guncangan ekonomi akibat pandemi Covid-19 hingga kenaikan harga barang imbas perang Rusia dan Ukraina.
Ia menjelaskan, penyaluran bansos terdiri dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 56,7 triliun dan program non-PEN Rp 72,3 triliun. Adapun berdasarkan Kementerian/Lembaganya, penyaluran bansos paling banyak dilakukan oleh Kementerian Sosial mencapai Rp 38,8 triliun, disusul Kementerian Kesehatan Rp 13,4 triliun, dan Kemendikbudristek Rp 9,6 triliun.
“Kemensos menyalurkan sebagian besar bansos dalam bentuk PKH (Program Keluarga Harapan), kartu sembako, dan BLT (bantuan langsung tunai),” ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita, Senin (23/5)
Ia menjelaskan, Kemensos telah menyalurkan bantuan PKH tahap kedua kepada 10 juta keluarga dan kartu sembako untuk 18,8 juta keluarga selama dua bulan, serta tambahan penyaluran BLT kepada 19,3 juta. Sementara Kementerian Kesehatan menyalurkan bantuan iuran BPJS Kesehatan untuk 84,9 juta masyarakat miskin.
Sri Mulyani mengatakan, penyaluran bansos melalui K/L mencapai Rp 63,5 triliun, sedangkan melalui non-K/L mencapai Rp 58 triliun. Adapun belanja non-K/L mencakup realisasi subsidi LPG mencapai Rp 30,5 triliun dan belanja bunga kredit usaha rakyat (KUR) sebesar Rp 7,7 triliun.
Pemerintah juga mencatat penyaluran BLT desa untuk 6,1 juta keluarga penerima telah mencapai Rp 7,5 triliun.
Bendahara negara memaparkan, realisasi belanja negara secara keseluruhan hinga akhir bulan lalu mencapai Rp 750,5 triliun, naik 3,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Jumlah ini baru mencapai 27,7% dari pagu APBN 2022 sebesar Rp2.714,2 triliun.
Realisasi ini mencakup belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp253,6 triliun atau 26,8% dari pagu dan belanja non K/L yang mencapai Rp 254,4 triliun atau 25,5% dari pagu. Belanja K/L antara lain digunakan untuk belanja pegawai, termasuk THR (Tunjangan Hari Raya) dan kegiatan operasional K/L. Sedangkan belanja non K/L digunakan untuk penyaluran subsidi, kompensasi BB, dan pembayaran pensiun termasuk THR, serta jaminan kesehatan ASN.
Pemerintah saat ini tengah mengajukan tambahan belanja negara sebesar Rp 392,3 triliun pada tahun ini kepada DPR. Total belanja negara akan naik menjadi Rp 3.106,4 triliun.
Permintaan tambahan belanja negara seiring dengan membengkaknya belanja subsidi dan kompensasi energi pada tahun ini mencapai Rp 350 triliun. Hal ini seiring dengan kenaikan asumsi harga minyak Indonesia atau ICP dari US$ 63 per barel menjadi US$ 99,4-US$ 102,5 per barel.
Meski belanja negara membengkak, pemerintah memperkirakan defisit APBN akan menurun karena tambahan penerimaan negara yang diperoleh sejalan dengan lonjakan harga komoditas lebih tinggi yakni mencapai Rp 430 triliun. Defisit APBN tahun ini turun dari Rp 868 triliun atau 4,85% PDB menjadi Rp 840 triliun atau 4,5% PDB.