IMF: Dunia Butuh Investasi Energi Rp 47.783 T untuk Capai Net Zero

ANTARA FOTO/AHMAD SUBAIDI/YU
Foto udara kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Praya, Lombok Tengah, NTB, Sabtu (5/3/2022).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Yuliawati
2/6/2022, 16.19 WIB

Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan dunia membutuhkan investasi di bidang energi sekitar US$ 3,3 triliun atau setara Rp 47.783 triliun (kurs Rp 14.480/US$) per tahun hingga 2030 untuk mencapai target net zero pada 2050. Bukan hanya pendanaan, IMF juga menyebut berbagai instrumen kebijakan juga perlu disiapkan.

"Meskipun angka ini besar, angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan manfaat yang dihasilkannya lebih luas, hanya dari penghapusan batu bara secara bertahap saja bisa memberi manfaat puluhan triliun dolar per tahun," kata Direktur Manajer IMF Kristalina Georgieva dalam keterangan tertulisnya, Rabu (1/6).

Selain itu, berinvestasi untuk adaptasi iklim juga sama pentingnya. IMF memperkirakan biaya yang dibutuhkan publik untuk adaptasi iklim sekitar seperempat persen dari Produk Domestik (PDB) global setiap tahunnya selama dekade mendatang. Namun, bagi beberapa negara yang rentan terhadap perubahan iklim, kebutuhan biayanya bisa mencapai 20% dari PDB.

Dengan kebutuhan pendanaan iklim yang besar, IMF meminta negara-negara untuk menemukan cara untuk menarik lebih banyak pendanaan iklim. Kebutuhan ini makin mendesak bagi negara-negara ekonomi berkembang.

"Peran pasar dan sektor swasta sangat penting untuk memobilisasi dan mengalokasikan sumber daya secara efisien, sambil menetapkan biaya pada risiko iklim," kata Georgieva.

Dia menyebut, kini sudah banyak emiten termasuk di negara berkembang yang mulai mengincar pendanaan melalui keuangan berkelanjutan dan sektor keuangan dinilai memainkan peran pendukung yang penting. Meski demikian, ada risiko yang harus dikelola dengan baik oleh bank sentral, regulator dan perusahaan keuangan. Ini termasuk juga perlunya memperkuat dan menyelaraskan regulasi, data hingga taksonomi.

IMF sendiri masuk ke dalam dukungan terhadap pembiayaan perubahan iklim melalui program Resilience and Sustainability Trust. Melalui program ini, lembaga sudah menyalurkan pembiayaan US$ 40 miliar yang membantu negara menghadapi tantangan struktural salah satunya perubahan iklim.

Namun, bukan hanya pentingnya pembiayaan, Georgieva juga menyebut negara-negara juga harus mengarahkan sumber daya ke aktivitas rendah karbon dan hemat energi. Karena itu, dibutuhkan juga paket kebijakan yang komprehensif termasuk nilai ekonomi karbon (NEK) yang memadai, pengungkapan risiko iklim hingga langkah-langkah untuk melindungi populasi yang rentan.

Menurutnya, penting untuk segera mengurangi emisi global sebesar 25-50% pada tahun 2030. Ini semakin urgen bagi negara-negara di kawasan Asia-Pasifik. Pasalnya, kawasan ini menghadapi tantangan dimana suhu naik dua kali lebih cepat dari rata-rata global serta berisiko lebih sering terjadi bencana.

Reporter: Abdul Azis Said