Kapan Cukai untuk Detergen, BBM dan Ban Karet Akan Berlaku?

ANTARA FOTO/Ardiansyah/wsj.
Petugas melayani pengisian BBM di SPBU 24.351.126 Jalan Pangeran Antasari, Bandar Lampung, Lampung, Selasa (19/4/2022).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Yuliawati
13/6/2022, 16.20 WIB

Kementerian Keuangan menyatakan masih mengkaji detergen, Bahan bakar minyak (BBM) dan ban karet dalam daftar penambahan barang kena cukai (BKC). Sehingga, ekstensifikasi cukai ini dipastikan belum akan berlaku pada tahun depan.

"Kami masih menimbang-menimbang kiri dan kanan, (kebijakan ini) tentunya dalam lima tahun kedepan jangka menengah panjang," kata kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan febrio Kacaribu saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senin (13/6).

Penerapannya barang kena cukai itu belum berlaku pada tahun depan karena pemerintah baru saja memberikan insentif kepada masyarakat berupa tarif listrik dan pertalite yang tidak naik. Selain itu, pemerintah juga tidak akan gegabah mengingat ketidakpastian ekonomi masih tinggi.

Rencana ekstensifikasi cukai ini kemungkinan baru akan dibahas dengan DPR pada tahun depan. Namun, pihaknya juga akan memperhatikan kondisi pemulihan ekonomi sebelum menerapkan BKC baru tersebut.

Dia menjelaskan, pengenaan cukai bertujuan untuk mengendalikan konsumsi masyarakat terhadap barang tersebut. "Artinya ini bagian dari kita melihat aspek lingkungan bagaimana emisi yang kita tahu emission fossil fuel tinggi sekali, batu bara maupun BBM," kata Febrio.

Selain itu, pemerintah kini juga berencana mengenakan cukai untuk plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada tahun depan. Namun, lagi-lagi, penerapannya akan mempertimbangkan kondisi ekonomi.

"Apakah ada ruang untuk cukai plastik, itukan sudah lama kita bicarakan, kita lihat saja bagaimana dinamikanya dan peluang untuk penerapanya itu tanpa menganggu pertumbuhan ekonomi, lalu penciptaan lapangan kerja," kata Febrio.

Adapun pengenaan terhadap cukai plastik mempertimabngkan aspek pencemaran yang dihasilkan dari produk tersebut. Dengan demikian, alasan pengenaan cukai tersebut berkaitan dengan konsistensi kebijakan pemerintah dalam menciptakan keadilan antargenerasi terkait risiko perubahan iklim.

Sementara, pengenaan cukai untuk MBDK mempertimbangkan kesehatan masyarakat. Di sisi lain, biaya yang dikeluarkan negara melalui BPJS kesehatan untuk membayar biaya perawatan penyakit akibat minuman berpemanis juga terbilang tinggi.

Khusus untuk cukai plastik, Febrio mengatakan pengenaan cukai tidak akan serta merta berlaku untuk semua jenis plastik. Pentahapannya dilakukan dengan mempertimbangkan sektor mana yang sudah lebih siap. "Jadi nggak semua jenis plastik kena cukai pada tahun depan," kata Febrio.

Laporan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan, realisasi pendapatan negara mencapai Rp 501 triliun hingga Maret 2022. Angka itu tumbuh 32,1% dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 379,4 triliun.

Reporter: Abdul Azis Said