Ekonom: Jika BI Pertahankan Bunga Acuan, Biaya Utang Tidak Naik

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.
Teller menghitung uang di Bank BNI, Jakarta, Kamis (21/4/2022).
23/6/2022, 12.27 WIB

Bank Indonesia (BI) diperkirakan tidak menaikan bunga acuannya pada pertemuan siang ini. Keputusan ini dikhawatirkan memengaruhi pasar keuangan. Tetapi sebaliknya, juga menguntungkan bagi perekonomian, termasuk rumah tangga.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam diskusi daring oleh Bank Dunia pada Rabu (22/6), menyebutkan meski inflasi diperkirakan melebihi batas atas target 4%, namun level tersebut masih 'sangat rendah' dibandingkan negara lain. Inflasi juga diperkirakan melandai ke target 2%-4% pada tahun depan.

"Dengan inflasi yang tetap rendah, kami tidak perlu buru-buru untuk menaikkan suku bunga, kami akan menjaga suku bunga 3,5% sampai ada tekanan fundamental dari inflasi," kata Perry dalam diskusi tersebut.

Menanggapi sikap BI ini, ekonom menilai ada sisi positif jika bunga BI dipertahankan pada level saat ini sebesar 3,5%. Sementara, beberapa juga menyerukan agar kenaikan perlu segera dilakukan untuk membendung arus modal keluar dan menjaga stabilitas rupiah.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, bunga acuan yang tidak naik berarti membuat cost of borrowing alias biaya utang, juga tidak akan berubah. Hal ini akan menguntungkan bagi pemerintah, pelaku usaha, hingga rumah tangga.

"Kenaikan suku bunga itu berpotensi mendorong kenaikan beban bunga bagi pemerintah, biasanya yield alias imbal hasil obligasi akan mengikuti suku bunga juga pada akhirnya," kata Josua kepada Katadata.co.id, Kamis (23/6).

Dengan suku bunga acuan tetap 3,5% maka suku bunga oleh perbankan juga tidak berubah. Dengan begitu, pembiayaan yang dilakukan sektor usaha baik koperasi maupun UMKM juga tidak naik. Begitu juga dengan rumah tangga, bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) juga tidak akan terpengaruh. 

Ekonom Bank Danamon Irman Faiz juga berpandangan serupa. Jika bunga BI tidak naik dan biaya bunga tidak naik, ini setidaknya membantu pelaku usaha dan konsumen di tengah tekanan harga bahan baku dan kenaikan harga pangan.

Sebaliknya, Apa Dampak Positif Jika Bunga Acuan BI Naik?

Sekalipun sinyal kuat menunjukkan BI tak akan mengerek bunga acuannya hari ini, tetapi ekonom juga menyebut ada sisi positif jika bunga dikerek meski inflasi dinilai masih terkendali. Irman menyebut, kenaikan bunga juga bisa membantu mengurangi tekanan keluarnya modal asing dari pasar modal.

"Sisi positif jika menaikkan bunga, dari sisi aliran masuk ke aset domestik akan lebih bagus dari investor asing karena imbal hasil aset domestik akan menjadi lebih menarik," kata dia kepada Katadata.co.id.

Kembali masuknya modal asing ini bisa membantu menahan pelemahan lebih lanjut pada rupiah. Meski begitu, sebenarnya saat ini rupiah masih cukup resilien terhadap tekanan eksternal berkat surplus neraca dagang dan investasi langsung asing yang masih masuk.

Senada, Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah, menilai ada urgensi untuk BI segera menaikkan bunga. Jika BI tidak mengerek bunga, dampaknya akan terasa kepada meningkatnya tekanan di pasar keuangan. Dengan bunga acuan di AS yang terus dikerek naik, sementara BI masih menahan, investor akan lebih memilih investasi di AS. BI disarankan menaikkan bunga 25-50 bps pada pertemuan hari ini.

"BI tidak bisa lagi menunda, harus segera menaikkan suku bunga sesuai ekspektasi pelaku pasar. Jika BI tidak segera menaikkan suku bunga dikhawatirkan akan memunculkan gejolak pasar," kata Piter kepada Katadata.co.id

Sementara, Josua menilai kenaikan bunga tentu akan memiliki efek positif terhadap penguatan rupiah. Tetapi, menurtnya kenaikan bunga tidak begitu efektif membantu rupiah. Hal ini karena sentimen lain yakni kekhawatiran pasar terhadap resesi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia juga masih bertahan.

Reporter: Abdul Azis Said