Sri Mulyani Ramal Ekonomi Kuartal II Tumbuh 5,3%, Ini Indikatornya

ANTARA FOTO/Reno Esnir/YU
Ilustrasi. Pertumbuhan ekonomi mulai didorong oleh konsumsi rumah tangga seiring meningkatnya aktivitas ekonomi.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
23/6/2022, 19.20 WIB

Kementerian Keuangan memperkirakan pertumbuhan ekonomi sepanjang April-Juni 2022 akan berada di rentang 4,8%-5,3%. Mesin-mesin pertumbuhan mulai bergeser dari konsumsi pemerintah kepada peningkatan konsumsi rumah tangga, investasi, hingga ekspor-impor.

"Dengan aktivitas yang masih sangat kuat kita akan lebih optimis bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal II masih akan kuat di sekitar 4,8%-5,3% dengan titiknya mungkin di sekitar 5%," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTA secara daring, Kamis (23/6).

Pertumbuhan ekonomi mulai didorong oleh konsumsi rumah tangga seiring meningkatnya aktivitas ekonomi. Investasi, menurut Sri Mulyani, juga akan meningkat seiring ekspansi kapasitas produksi. Aktivitas perdagangan internasional baik ekspor seiring harga komoditas, impor juga masih tinggi tetapi masih tercatat net surplus.

"Ini yang tentu menggembirakan karena sekarang pertumbuhan ekonomi tidak bergantung lagi dari sisi APBN. APBN tidak menjadi lokomotif utama pertumbuhan ekonomi karena sekarang mesinnya sudah mulai menyala di konsumsi, investasi dan ekspor," kata Sri Mulyani.

Sejumlah indikator utama perekonomian menunjukkan penguatan ekonomi terutama saat periode Ramadan dan Lebaran. Mobilitas masyarakat tumbuh 18,6% pada kuartal kedua ini hingga 18 Juni 2022,kenaikan signifikan dari kuartal sebelumnya yang tumbuh 7,1%.

Indeks penjualan ritel juga tumbuh 5,4% secara tahunan pada Mei. Mandiri Spending Index bulan lalu juga melanjutkan penguatan ke 149,2 point. Ini merupakan level tertingginya sejak awal 2020 atau sebelum adanya Covid-19. 

"Ini terutama masyarakat kelompok menengah atas yang melakukan spending dengan kartu kredit dan ini juga menunjukan kenaikan dari aktivitas ekonomi," kata Sri Mulyani.

Sejumlah indikator juga menunjukan penguatan dari sisi produksi. Impor bahan baku dan barang modal pada Mei tumbuh dua digit masing-masing 33,9% dan 29,2% secara tahunan. Konsumsi listrik oleh industri naik 16,4%, serta konsumsi oleh bisnis yang juga tumbuh sebesar 9,3%. Kapasitas industri manufaktur juga semakin membaik sekalipun belum mencapai level sebelum pandemi.

Dari sisi perdagangan internasional, ekspor bulan Mei tercatat Rp 21,5 miliar, sementara impor Rp 18,6 miliar. Dengan demikian, neraca dagang Indonesia melanjutkan surplus selama 25 bulan beruntun.

Meski demikian, Sri Mulyani menyebut tantanganya kini bergesar ke risiko volatilitas di sektor keuangan. Ini terlihat dari Volatilitty Index pasar saham (VIX) dan pasar obligasi (MOVE) yang meningkat tajam meskipun sudah kembali menunjukkan penurunan.

Indeks dolar meningkat lebih tinggi dibandingkan pasar pertemuan The Fed bulan lalu. Akibatnya, kurs rupiah terhadap dolar AS mengalami depresiasi dan melemah di kisaran Rp 14.800 per dolar AS. Meski demikina, pelemahan rupiah ini masih lebih baik dibandingkan sejumlah negara seperti Filipina, India hingga Malaysia.

Reporter: Abdul Azis Said