Utang Pemerintah Turun Menjadi Rp 7.002 T, tapi Kepemilikan Asing Naik
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah kembali turun pada akhir Mei sebesar Rp 38 triliun dibandingkan bulan sebelumnya menjadi Rp 7.002,24 triliun.
Penurunan terutama berasal dari utang berbentuk Surat Berharga (SBN) rupiah sementara utang asing, baik obligasi valas maupun pinjaman luar negeri meningkat.
Meski turun secara bulanan, outstanding utang pemerintah meningkat secara tahunan sebesar Rp 447,68 triliun. Dengan posisi saat ini, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 38,88%, juga turun dari bulan sebelumnya masih di atas 39%.
"Rasio utang terhadap PDB dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal," tulis Kemenkeu dalam laporannya dikutip Senin (27/6).
Berdasarkan jenisnya, utang pemerintah didominasi Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 88,2% dari seluruh komposisi utang akhir Mei 2022 atau sebesar Rp 6.175 triliun. Ini terdiri atas SBN domestik yang turun Rp 58,9 triliun menjadi Rp 4.934 triliun, sementara SBN valuta asing naik Rp 5,86 triliun menjadi Rp 1.241 triliun.
Selain itu, pemerintah juga memiliki utang berbentuk pinjaman yang secara nominal meningkat terutama yang berasal dari pinjaman asing. Total pinjaman pemerintah tercatat Rp 826,4 triliun atau 11,8% dari total utang pemerintah.
Pinjaman dari dalam negeri naik tipis Rp 600 miliar menjadi Rp 14,74 triliun. Pinjaman dari luar negeri naik Rp 14,35 triliun menjadi Rp 811,67 triliun. Penambahan pinjaman luar negeri ini terutama yang berasal dari pinjaman bilateral dan multilateral.
"Berdasarkan mata uang, utang Pemerintah didominasi oleh mata uang domestik atau rupiah, yaitu 70,68%," kata Kemenkeu. Simak databoks berikut:
Namun, rasio utang dalam mata uang rupiah tersebut turun dari bulan sebelumnya 71,13%. Penurunan ini seiring kenaikan pada SBN valas dan pinjaman dari luar negeri.
Kemenkeu memastikan portofolio utang dijaga agar terus optimal, sehingga peningkatan utang pun telah diperhitungkan secara matang demi mendapatkan risiko dan biaya yang paling efisien.
Dari segi jatuh tempo, komposisi utang juga dikelola dengan mempertimbangkan kemampuan bayar dan kapasitas fiskal. Rata-rata jatuh tempo utang sepanjang tahun 2022 ini masih terjaga di kisaran 8,7 tahun.
Di tengah kondisi risiko global yang kini bergeser ke perang dan pengetatan moneter di AS, Kemenkeu akan melakukan beberapa penyesuaian pembiayaan utang sepanjang tahun ini. Diantaranya, penurunan target lelang SBN, fleksibilitas penerbitan SBN valas, fleksibilitas pembiayaan melalui development partners, optimalisasi SBN ritel, serta penguatan sinergi dengan Bank indonesia.
Pemerintah juga mengandalkan pendapatan negara yang diperkirakan kembali cerah pada tahun ini serta pemanfaat Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk mengurangi defisit APBN. Dengan begitu, pembiayaan utang juga bisa dikurangi.
"Defisit APBN 2022 diperkirakan akan lebih rendah dari target sebagaimana dua tahun sebelumnya. Pemerintah optimis di tahun 2023 APBN dapat kembali menuju defisit di bawah 3% terhadap PDB," kata Kemenkeu.