Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve Jerome Powell menyatakan tak melihat ekonomi Amerika Serikat sudah memasuki resesi. The Fed memutuskan untuk kembali mengambil langkah agresif menaikkan suku bunga sebesar 75 bps pada pertemuan bulan ini.
Powell mengatakan, banyak aspek perekonomian Amerika yang menunjukkan kinerja terlalu baik untuk dikategorikan mengalami resesi.
"Saya tidak berpikir AS saat ini dalam resesi dan alasannya adalah ada terlalu banyak area ekonomi yang berkinerja terlalu baik," kata Powell pada konferensi pers, Rabu (27/7).
Powell mengatakan, ada beberapa indikator yang menunjukkan ekonomi Amerika masih dalam kondisi baik. Salah satunya pasar tenaga kerja yang sangat kuat. "Pasar tenaga kerja yang sangat kuat, tidak masuk akal bahwa ekonomi akan berada dalam resesi dengan hal semacam ini terjadi," ujarnya.
Data lapangan kerja AS pada Juni tetap kuat dengan 372.000 pekerjaan diciptakan, sedangkan tingkat pengangguran bertahan di kisaran 3,6%. AS berhasil mencatatkan kenaikan lapangan kerja selama empat bulan berturut-turun dengan lebih dari 350 ribu lapangan kerja baru. "Saat ini bukan lah kondisi resesi ekonomi, tetapi kita dalam periode transis perlambatan pertumbuhan dan ini butuh kebijakan yang tepat," kata dia.
Kenaikan suku bunga yang baru dilakukan The Fed menandai langkah terbaru dalam upaya untuk meredam tekanan inflasi yang mencetak rekor tertinggi dalam kira-kira empat dekade. Pasar melonjak setelah kenaikan diumumkan, dengan Dow Jones Industrial Average menambahkan lebih dari 450 poin dan Nasdaq Composite yang sarat teknologi melonjak 4%.
Investor khawatir kenaikan bunga The Fed dapat mengarahkan ekonomi masuk ke jurang resesi. Namun, Powell juga mengatakan bank sentral akan mengawasi dengan cermat data ekonomi untuk menentukan langkah di masa depan. Meski kenaikan bunga yang signifikan masih diperlukan, Powell meyakinkan, akan tiba saatnya The Fed perlu memperlambat laju kenaikan bunga.
Pembacaan produk domestik bruto awal untuk kuartal kedua ini akan dirilis Kamis (28/7). Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones memperkirakan ekonomi hampir tidak tumbuh, menyusul kontraksi 1,6% pada kuartal pertama.
Banyak orang di Wall Street menyebut dua kuartal negatif berturut-turut sebagai resesi, tetapi definisi Amerika resmi memperhitungkan lebih banyak faktor daripada hanya PDB.
Menteri Ekonomi Amerika Serikat Janet Yellen sebelumnya juga mengatakan belum melihat ekonomi Amerika mengalami resesi. Ia juga menggunakan data ketenagakerjaan yang kuat sebagai salah satu tolak ukur.
Perdebatan terkait apakah ekonomi AS sudah memasuki resesi muncul di antara para bankir bank sentral, investor, ekonom, hingga politisi. Namun, satu hal yang mulai terlihat jelas adalah beberapa konsumen, terutama yang kurang makmur, mulai kesulitan membayar tagihan mereka tepat waktu.
Mengutip CNN, data dari perusahaan kartu kredit dan operator nirkabel minggu ini menyoroti tanda peringatan itu. Pada Kamis (21/7), raksasa kartu kredit Discover (DFS) dan Capital One (COF) mencatatkan pendapatan kuartalan yang lebih rendah dari ekspektasi analis. Saham mereka jatuh karena berita tersebut.
Tingkat tunggakan naik sedikit, dan kedua bank juga meningkatkan cadangan mereka untuk kerugian kredit di masa depan. Sebuah langkah peringatan yang menunjukkan kekhawatiran tentang arah ekonomi selama beberapa bulan ke depan.
Perusahaan telekomunikasi AT&T juga mengatakan dalam laporan pendapatannya bahwa banyak pelanggan pascabayar yang membayar tagihan bulanan mereka lebih lambat. "Kami melihat peningkatan kredit macet menjadi sedikit lebih tinggi dari tingkat pra-pandemi," kata CEO AT&T John Stankey pada panggilan konferensi dengan para analis pekan lalu.
Banyak faktor makro yang berperan. Inflasi melonjak tinggi, sedangkan kenaikan suku bunga The Federal Reserve yang bertujuan mengendalikan harga masih membutuhkan waktu untuk mendapatkan efek yang diinginkan. Tingkat suku bunga yang lebih tinggi pada akhirnya dapat memperlambat perekonomian.