Bank Dunia Kucurkan Pinjaman Rp 2,3 T ke Sri Lanka untuk Hadapi Krisis

ANTARA FOTO/REUTERS/Adnan Abidi/hp/sad.
Adnan Abidi Warga mengantre untuk membeli minyak tanah di SPBU di tengah krisis ekonomi negara di Kolombo, Sri Lanka, Rabu (18/5/2022).
29/7/2022, 09.10 WIB

Bank Dunia telah memberikan pinjaman senilai US$ 160 juta atau Rp 2,38 triliun (kurs Rp 14.920/US$) kepada Sri Lanka. Bantuan diharapkan bisa membantu penyelesaian krisis di negara tersebut.

Bank Dunia akan memberikan bantuan kepada Sri Lanka melalui portofolio pinjaman yang ada saat ini. "Untuk membantu meringankan kelangkaan parah barang-barang penting seperti obat-obatan, gas untuk memasak, pupuk, makanan untuk anak sekolah dan bantuan tunai untuk rumah tangga miskin dan rentan," kata Bank Dunia dalam keterangan resminya, Kamis (28/7). 

Selain itu, proyek lain yang sedang berjalan terus mendukung layanan dasar seperti obat-obatan dan perlengkapan medis hingga bantuan keringanan biaya kuliah. Bank Dunia bekerja sama dengan lembaga pelaksana untuk kontrol dan pengawasan fidusia untuk memastikan dana tersebut tepat sasaran, menjangkau yang miskin dan rentan.

Bank Dunia juga menegaskan tak akan mengucurkan program pinjaman baru bagi Sri Lanka sampai negara tersebut berhasil menyusun kerangka kebijakan ekonomi makro yang memadai. Sri Lanka perlu mendorong reformasi struktural yang mendalam dengan fokus pada stabilitas ekonomi.

Negara tersebut juga diminta mengatasi akar penyebab utama yang menyulit terjadinya krisis tersebut untuk memastikan pemulihan ekonomi ke depan bisa lebih kuat.

Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe beberapa waktu lalu sempat mengatakan bahwa negaranya tengah berada dalam pembicaraan tahap akhir untuk negosiasi untuk mendapat bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF). Hal itu disampaikan hanya beberapa hari setelah dirinya resmi dilantik sebagai pejabat sementara presiden Sri lanka pada 15 Juli.

"Pejabat presiden lebih lanjut menjelaskan bahwa negosiasi dengan IMF hampir selesai, diskusi untuk bantuan dengan negara asing juga sedang berlangsung," kata kantor Wickremesinghe dalam sebuah pernyataan dikutip dari Reuters, Senin (18/7).

Namun, Sri Lanka tampaknya bakal sulit memperoleh kucuran dana dari IMF. Profesor dari Johns Hopkins University Deborah Brautigam menilai Sri Lanka perlu memiliki pemerintahan yang stabil agar IMF dapat masuk dan memberikan dana talangan. 

“Jadi, hingga pemerintah Sri Lanka stabil dan memiliki menteri keuangan, tidak ada yang bisa diajak bicara oleh IMF, ” kata Deborah Brautigam kepada CNBC Internasional, Jumat (22/7).

Krisis ekonomi di Sri lanka telah meluas menjadi krisis multidimensi. Penduduknya kesulitan untuk mengakses sejumlah kebutuhan dasar mulai dari makanan, obat-obatan hingga bahan bakar. Kondisi ini mendorong munculnya protes besar-besaran yang berujung lengsernya Presiden Gotabaya Rajapaksa.

Reporter: Abdul Azis Said