Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah pada akhir Juni sebesar Rp 7.123,62 triliun, naik Rp 121,38 triliun dibandingkan bulan sebelumnya. Penambahan tersebut terutama berasal dari penerbitan surat berharga negara (SBN), baik valuta asing maupun rupiah.
Pemerintah juga mencatat rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) ikut naik dari 38,88% menjadi 39,56%. "Rasio utang terhadap PDB dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal," demikian dalam laporan Kemenkeu dikutip Senin (1/8).
Berdasarkan jenisnya, komposisi utang pemerintah masih didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai 88,46%. Utang berbentuk SBN ini naik Rp 126,05 triliun dalam sebulan menjadi Rp 6.301,88 triliun, berasal dari kenaikan nilai utang dalam bentuk SBN valas Rp 68,09 triliun dan SBN domestik Rp 57,96 triliun.
Penambahan pada nilai utang dalam bentuk SBN ini seiring lelang reguler di pasar perdana yang dilakukan selama empat kali pada Juni. Selain itu, terdapat penempatan dana wajib pajak peserta Program pengungkapan Sukarela (PPS) sebesar Rp 659 miliar dan US$ 5,86 juta. Penambahan pada utang SBN valas pemerintah juga didorong penerbitan Samurai Bond sebesar 81 miliar yen Jepang.
Selain utang SBN, pemerintah juga memiliki utang berbentuk pinjaman sebesar Rp 821,74 triliun, turun Rp 4,66 triliun dibandingkan Mei. Penurunan ini terutama berasal dari pinjaman bilateral, sedangkan pinjaman multilateral naik.
Berdasarkan mata uangnya, utang Pemerintah didominasi oleh mata uang domestik atau berdenominasi rupiah yaitu 70,29. Selain itu, kepemilikan oleh investor asing saat ini juga terus menurun sejak tahun 2019 yang mencapai 38,57% menjadi 19,05% pada akhir tahun lalu, dan tersisa 15,89% per 5 Juli 2022.
Kemenkeu memastikan pengelolaan portofolio utang dilakukan secara optimal. Peningkatan utang telah diperhitungkan secara matang demi mendapatkan risiko dan biaya yang paling efisien. Defisit anggaran dari segi jatuh tempo, komposisi utang pemerintah dikelola dengan mempertimbangkan kemampuan bayar dan kapasitas fiskal.
"Hal ini dapat dilihat dari rata-rata jatuh tempo alias average time to maturity sepanjang tahun 2022 ini masih terjaga di kisaran 8,7 tahun," kata Kemenkeu.
Kemenkeu mengklaim utang pemerintah Indonesia masih berada pada level yang aman dengan risiko yang terkendali. Hal ini salah satunya diafirmasi oleh lembaga pemeringkatan utang yang masih mempertahankan peringkat kredit Indonesia saat banyak negara lain justru turun.
Pada Juni lalu, Lembaga Pemeringkat Kredit Fitch Ratings mengafirmasi peringkat kredit Indonesia pada posisi BBB outlook stable di tengah peningkatan risiko global. Hasil pemeringkatan tersebut didasarkan pada kondisi perekonomian Indonesia yang masih cukup kuat serta terjaganya prospek stabilitas makroekonomi jangka menengah Indonesia di tengah ketidakpastian global.