Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyatakan kondisi stabilitas sistem keuangan pada kuartal kedua tahun ini masih terjaga di tengah meningkatnya tekanan perekonomian global. Meski demikian, KSSK mewaspadai sejumlah risiko dari perekonomian global yang dapat dapat berdampak pada sistem keuangan dan ekonomi di dalam negeri.
Menteri Keuangan Sri Mulyani yang juga memimpin KSSK menjelaskan, kondisi stabilitas sistem keuangan pada kuartal kedua tahun ini menjadi pijakan bagi KSSK untuk optimistis dalam melihat kondisi perekonomian domestik ke depan. Namun, menurut dia, terdapat sejumlah risiko global yang harus diwaspadai seperti berlanjutnya perang di Ukraina, tekanan inflasi global, dan respons pengetatan moneter.
"Seperti diketahui, Bank Dunia dan IMF sudah merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2022 ini. Bank Dunia merevisi dari 4,1% menjadi 2,%, sedangkan IMF dari 3,6% menjadi 3,2%," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin (1/8).
Ia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi di berbagai negara termasuk Amerika Serikat, Jepang, Eropa, Cina, dan India diperkirakan lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya. Kekhawatiran terhadap potensi resesi di Amerika dan Eropa pun meningkat.
Adapun pertumbuhan ekonomi global yang lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, menurut dia, juga meningkatkan risiko stagflasi atau stagnansi ekonomi di tengah inflasi tinggi di banyak negara. "Inflasi global terus meningkat seiring tingginya harga komoditas akibat berlanjutnya gangguan rantai pasok yang diperparah berlanjutnya perang di Ukraina, serta meluasnya kebijakan proteksionisme di bidang pangan," ujarnya.
Kondisi tersebut, menurut Sri Mulyani, dapat meningkatkan ketidakpastian pasar keuangan global yang menjadi perhatian KSSK. Ketidakpastian global dapat mendorong aliran modal asing keluar dari Indonesia.
Namun demikian, menurut Sri Mulyani, perbaikan ekonomi domestik masih terus berlanjut pada kuartal kedua tahun ini. Perekonomian ditopang oleh meningkatnya konsumsi dan investasi.
Ia mencatat, berbagai indiaktor dini menunjukkan kondisi yang baik. Indeks Penjualan Riil (IPR) tumbuh 15,4% secara tahunan, kinerja manufaktur juga tetap positif tercermin dari data PMI manufaktur Juli yang naik dari 50,2% pada Juni menjadi 51,3. Konsumsi listrik untuk indistri dan bisnis juga tumbuh kuat dan indeks keyakinan konsumen meningkat dari level 111 pada Maret menjadi 128,2.
"Ini menunjukkan bahwa masyarakat optimistis terhadap prospek pemulihan ekonomi," ujarnya.
Sri Mulyani juga memastikan kondisi ekonomi Indonesia saat ini memiliki daya tahan yang cukup untuk menghadapi gejolak eksternal. Neraca pembayaran pada kuartal kedua diperkirakan tetap surplus di tengah tekanan arus modal keluar dan cadangan devisa hingga Juni 2022 berada dalam posisi yang kuat mencapai US$ 136,44 miliar.