Belanja pemerintah daerah untuk pegawai tercatat turun pada periode Januari-Juli 2022 sebesar 7,8% menjadi Rp 198,04 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyoroti masih tingginya anggaran daerah yang tersimpan di perbankan sehingga realisasi belanja cenderung lambat.
Penurunan belanja pegawai di daerah terutama karena penurunan belanja untuk honorarium. "Itu mngkin baik kalau kita lihat, berarti memang belanja pegawai di daerah yang selama ini terlalu dominan diharap bisa dikendalikan," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA Agustus, Kamis (11/8).
Sri Mulyani sebetulnya sudah berulang kali menyoroti tingginya belanja daerah untuk kebutuhan pegawai.
Karenanya, dalam UU Harmonisasi Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) yang disahkan pada Desember 2021 mengatur ulang maksimum 30% anggaran daerah yang dipakai untuk belanja pegawai. Namun, pengurangan alokasi tersebut dilakukan dalam periode transisi lima tahun ke depan.
Realisasi belanja pegawai daerah sampai dengan Juli sebesar Rp 198,04 triliun, turun 7,8% dari periode yang sama tahun lalu. Realisasi ini juga setara 48,7% dari pagu anggaran.
Sri Mulyani menyambut positif penurunan belanja pegawai tersebut. Alasannya, belanja daerah lebih baik jika banyak dialokasikan untuk jenis-jenis yang bisa mendukung perekonomian seperti belanja modal, belanja barang dan jasa, hingga belanja untuk perlindungan sosial.
"Belanja modal meningkat 9,5% mencapai Rp 31,4 triliun, ini baik dibandingkn tahun lalu yang hanya Rp 28,7 triliun," kata Sri Mulyani.
Peningkatan ini disebabkan pertumbuhan belanja modal angkutan darat bermotor dan angkutan udara. Belanja untuk alat ukur, laboratorium dan alat kedokteran, komputer, konstruksi jalan dan bangunan serta pengadaan tanah juga naik.
Belanja barang dan jasa naik tipis 0,6% menjadi Rp 109,83 triliun. Namun realisasinya belum mencapai sepertiga dari pagu tahun ini. Kenaikan belanja barang ini didorong pertumbuhan belanja perjalanan dinas, belanja habis pakai, beasiswa pendidikan PNS dan belanja jasa konsultasi.
"Seperti yang disampaikan pak presiden, kita harap pemda dalam belanja daerahnya menggunakan produk-produk dalam negeri, sehingga bisa menghidupkan kegiatan ekonomi masyarakat kita sendiri," kata Sri Mulyani.
Meski belanja barang dan jasa serta belanja modal naik, tapi penurunan belanja pegawai dan belanja lainnya menyebabkan belanja APBD secara keseluruhan turun 6,6% sampai dengan Juli. Dana pemda yang mengendap di bank juga masih tinggi seiring lambatnya realisasi belanja.
Dana pemda yang disimpan di bank pada Juli sebesar Rp 212,44 triliun. Meskipun turun dibandingkan bulan sebelumnya, tapi Sri Mulyani menyoroti angkanya konsisten di atas Rp 200 triliun selama tiga bulan terakhir.
Provinsi dengan total dana simpanan terbesar yakni Jawa Timur sebesar Rp 22,94 triliun. Ini merupakan akumulasi dari total simpanan pemerintah kabupaten atau kota yang ada di seluruh Jawa Timur. Simpanan terendah di Sulawesi Barat Rp 800 miliar. Sri Mulyani berharap dana tersebut segera direalisasikan untuk bisa mendukung perekonomian.
Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), realisasi belanja pegawai pemerintah mencapai Rp387,75 triliun pada 2021. Jumlah tersebut mencapai 92,07% dari jumlah yang dianggarkan sebesar Rp421,14 triliun, serta lebih tinggi 1,9% dari realisasi tahun 2020. Berikut grafik Databoks: