Neraca Dagang Juli Diramal Surplus di Tengah Perlambatan Ekonomi Dunia
Sejumlah ekonom memperkirakan neraca dagang Indonesia pada Juli masih akan surplus sekalipun tidak setinggi bulan sebelumnya. Kinerja ini di tengah perlambatan ekonomi sejumlah mitra dagang utama seperti Cina dan Amerika Serikat serta mulai melandasinya harga komoditas.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memperkirakan surplus neraca dagang Juli sebesar US$ 4,55 miliar, lebih rendah dari bulan sebelumnya US$ 5,09 miliar. Ia memperkirakan surplus dagang sepanjang kuartal ketiga tidak akan setinggi kuartal sebelumnya.
Ekspor diramal akan tumbuh 30,65% secara tahunan. "Ekspor masih cukup baik ditopang ekspor batu bara yang harganya masih relatif tinggi. Ekspor komoditas lain cenderung melemah seiring penurunan harganya," kata David kepada Katadata.co.id, Minggu (15/8).
Impor diperkirakan tumbuh 22,98%. Impor bahan baku diperkirakan menguat seiring perbaikan mobilitas masyarakat, serta meningkatnya keyakinan masyarakat dalam berbelanja.
Kepala Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution memperkirakan surplus neraca perdagangan sebesar US$ 4,2 miliar. Ekspor diperkirakan mencapai US$ 25,5 miliar, lebih rendah dari bulan sebelumnya US$ 26,09 miliar. Sementara impor sebesar US$ 21,3 miliar, di atas impor Juni sebesar US$ 21 miliar.
Ekspor yang tidak setinggi bulan sebelumnya karena kinerja ekonomi sejumlah mitra dagang utama Indonesia yang melambat. Leading Economics Index (LEI) komposit menunjukkan perlambatan ekonomi karena terbebani oleh tekanan inflasi, kenaikan suku bunga dan risiko resesi yang makin besar. Pertumbuhan LEI turun sebesar 1% YOY, dengan Jepang, AS, Eropa, India dan Thailand yang terkontraksi.
"Hal ini memicu kekhawatiran melemahnya permintaan eksternal untuk pesanan ekspor dalam jangka menengah," kata Damhuri dalam risetnya.
Kinerja manufaktur di mitra dagang Indonesia juga melemah. Indeks PMI Manufaktur AS melemah sekalipun masih di zona ekspansi pada Juli. Manufaktur Cina mengalami kontraksi setelah sebelumnya masih mencatat indeks di zona ekspansi.
Harga beberapa komoditas seperti batu bara dan nikel masih sedikit meningkat sekalipun CPO, karet, tembaga dan emas turun. Pemerintah juga telah menghapus pungutan ekspor CPO dan produk turunannya sampai akhir Agustus. Berbagai kondisi tersebut bisa mendongkrak ekspor lebih lanjut.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga melihat perlambatan ekonomi mitra dagang utama Indonesia menjadi faktor utama penurunan ekspor Juli. Ekspor diperkirakan tumbuh 29,2% secara tahunan dari bulan sebelumnya 40,7%.
Impor diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari sebelumnya 22% menjadi 39,5%. Dengan begitu, neraca dagang diramal surplus hanya US$ 3,7 miliar.
Lebih lanjut, ia juga mengatakan, penurunan ekspor juga dipengaruhi harga komoditas yang mulai melandai. Harga CPO turun 31% dalam sebulan, karet alam 3%, nikel 17% dan iron 14%.
Peningkatan aktivitas manufaktur domestik pada bulan Juli mengindikasikan bahwa volume impor cenderung meningkat. "Selain itu, rata-rata nilai tukar rupiah pada bulan Juli lalu cenderung melemah sekitar 2% secara bulanan sehingga berpotensi mendorong peningkatan impor," kata Josua.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan surplus neraca dagang sebesar US$ 3,85 miliar. Ekspor diperkirakan hanya tumbuh 23% secara tahunan, tidak sekuat impor 31,02%.
Kinerja ekspor dipengaruhi perlambatan perdagangan dunia dan penurunan harga komoditas. Sementara kinerja impor dipengaruhi oleh membaiknya manufaktur Indonesia.
"Kinerja impor juga dipengaruhi karena ada low base effect yang rendah dari wabah Covid-19 varian Delta pada Juli tahun lalu," kata Faisal.