Bank Indonesia akhirnya menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps ke level 3,75%, setelah mempertahankan suku bunga di level terendah sepanjang sejarah sejak Februari 2021. Kenaikan bunga dilakukan BI di tengah risiko meningkatnya inflasi inti akibat kenaikan BBM nonsubsidi dan harga pangan.
Lantas apa sebenarnya dampak kenaikan suku bunga bagi masyarakat?
Ekonom BCA David Sumual menjelaskan, kenaikan suku bunga acuan BI akan terlebih dahulu direspons oleh perbankan dengan menaikkan suku bunga deposito. Namun, menurut dia, tak semua bank akan langsung meresponsnya.
"Biasanya suku bunga simpanan naik duluan. Mungkin bulan depan, paling tidak sudah ada repsons," ujar David saat dihubungi Katadata.co.id, Selasa (23/8).
Meski demikian, menurut David, reaksi dari masing-masing bank merespons kenaikan bunga acuan BI akan berbeda bergantung pada likuiditas bank. Jika kondisi likuiditas bank bagus, bisa jadi bank tersebut tak perlu menaikkan bunga deposito.
Sementara untuk bunga kredit, menurut David, kenaikan bunga acuan sebesar 25 bps tak akan direspons bank dengan langsung menaikkan bunga pinjaman. Namun meski bunga pinjaman naik, David masih yakin kenaikan bunga BI tak akan menganggu permintaan kredit.
"Permintaan kredit memang sudah mulai naik dan sudah di atas 10%, saya rasa kenaikan bunga BI tak akan menganggu pemulihan ekonomi," katanya.
David memperkirakan BI akan menaikkan bunga acuan sebesar 100 bps menjadi 4,5%. Kenaikan bunga di tahun ini tentu akan direspons bank dengan menaikkan bunga deposito dan kredit.
"Tapi saya rasa tidak akan menganggu pemulihan ekonomi secara signifikan. Namun, ini ceritanya akan berbeda jika ada kenaikan harga BBM," kata dia.
Kenaikan harga BBM, menurut David, membuat BI berpotensi menaikkan bunga acuan di atas 1%. Kenaikan suku bunga akan bergantung pada besaran kenaikan harga BBM dan dampaknya terhadap inflasi.
David mengatakan, BI perlu menaikkan suku bunga untuk menjangkar ekspektasi inflasi dengan memberikan sinyal kepada pasar. Kenaikan bunga sebesar 25 bps saat ini tak akan berdampak signifikan pada pemulihan ekonomi.
"Ini berbeda dengan kenaikan bunga secara agresif yang dilakukan The Fed," ujarnya.
Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution mengatakan, kenaikan suku bunga BI akan ikut mengerek suku bunga simpanan dan pinjaman perbankan. Dalam catatan historis, perbankan cenderung cepat untuk meneruskan kenaikan bunga acuan BI kepada suku bunga pinjaman, sedangkan kenaikan bunga simpanan lebih lambat.
"Tentu saja suku bunga pinjaman naik akan membuat biaya berusaha semkin mahal, karena beban biaya bunganya naik. Ini akan mengenai semua lapsisan, mulai dari UMKM hingga pelaku," ujarnya.
Tak hanya pengusaha, kenaikan bunga juga akan berdampak pada konsumen. Mereka yang memiliki kredit konsumsi, termasuk KPR di bank juga berpotensi membayar cicilan lebih mahal jika terjadi kenaikan bunga acuan.
Namun demikian, menurut dia, kenaikan bunga sebesar 25 bps tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Ia mengatakan, ada sisi positif dan negatif dari kenaikan suku bunga BI. Kenaikan suku bunga akan membuat biaya pinjaman makin mahal, tetapi dapat menekan inflasi sehingga harga-harga bisa terjangkau. Dengan inflasi yang terjaga, maka daya beli rumah tangga juga terjaga.
Adapun jika BI tetap mempertahankan suku bunga acuannya di level terendahnya seperti saat ini, bunga pinjaman memang tetap akan murah tetapi berisiko terhadap inflasi.