Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan penjelasan mengapa harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tetap naik meski harga minyak dunia tengah menurun. Keputusan ini diambil karena ongkos subsidi tetap besar.
Sri menjelaskan, dengan skenario harga Indonesian Crude Price (ICP) mencapai US$ 99 per barel, maka subsidi akan bertambah dari 502 triliun menjadi 653 triliun. Sedangkan jika harga ICP sebesar 85 per barel, maka beban subsidi tetap naik menjadi Rp 640 triliun.
"Perkembangan ICP akan terus kami monitor karena suasana geopolitik dan proyeksi ekonomi dunia masih dinamis," kata Sri Mulyani di Istana Kepresidenan, Jakarta, Sabtu (3/9).
Oleh sebab itu, sebagian belanja pada subsidi dialihkan kepada bantuan sosial. Sri Mulyani juga akan terus memantau dampak kenaikan harga BBM kepada inflasi, pertumbuhan ekonomi, hingga peningkatan angka kemiskinan.
"Kami perkirakan dengan bansos tambahan Rp 24,1 triliun, kita bisa menahan penambahan jumlah kemiskinan," katanya.
Selain itu, Sri Mulyani mengingatkan bahwa anggaran subsidi saat ini di level Rp 502,4 triliun sudah mengalami kenaikan tiga kali, dari alokasi awal Rp 152,5 triliun. Hal itu seiring kondisi harga minyak dunia, sehingga memberikan kesenjangan antara harga pasar dengan harga keekonomian.
Dia juga tidak menampik bahwa dana subsidi masih akan dinikmati kalangan masyarakat menengah atas yang memiliki mobil. "Subsidi yang melalui komoditas seperti BBM tidak bisa dihindarkan, pasti dinikmati oleh kendaraan yang mengonsumsi subsidi tersebut," ujarnya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo mengatakan keputusan untuk menaikkan harga Pertalite menjadi Rp 10 ribu dan Solar menjadi Rp 6.800 merupakan hal yang sulit. Jokowi sebenarnya ingin memberikan harga BBM terjangkau kepada masyarakat.
Meski demikian, anggaran pemerintah terus terbebani subsidi yang semakin besar. "Ini adalah pilihan terakhir," kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Sabtu (3/9).