Kementerian Keuangan menyebut setidaknya 50 negara berpenghasilan rendah terjebak utang di tengah turbulensi ekonomi akibat inflasi tinggi dan krisis geopolitik, yang membuat harga energi dan pangan meroket.
Staf Ahli Menteri Keuangan Wempi Saputra mengatakan krisis geopolitik akibat perang di Ukraina memperburuk laju pemulihan ekonomi global. Akibatnya, rantai pasok terganggu yang membuat inflasi tinggi dan mendorong harga komoditas energi serta pangan melonjak. Otoritas di sejumlah negara akhirnya terpaksa merilis kebijakan pengetatan moneter guna mengendalikan inflasi.
“Di tengah inflasi, beberapa negara lain justru menghadapi stagflasi. Kombinasi rumit ini memusingkan banyak pengambil kebijakan,” katanya, di forum T20 Summit, Selasa (6/9).
Dalam perundingan di Jalur Keuangan (Financial Track) G20, Wempi mengatakan masalah keamanan pangan dan energi menjadi salah satu fokus pembahasan. Guna mengatasi persoalan tersebut, para pembuat kebijakan di Jalur Keuangan G20 mendiskusikan tiga intervensi. Pertama, intervensi pembiayaan produksi pangan dan ketersediaan pupuk. Menurutnya, saat sejumlah negara sudah memasuki musim pangan tetapi justru terjadi kelangkaan pupuk. Hal ini tentu akan mempengaruhi produktivitas.
Kedua, intervensi ketahanan agrikultur terhadap perubahan iklim demi menjaga produktivitas. Menurut Wempi, persoalan ini bukan hanya di ranah kebijakan finansial dan agrikultur semata tetapi juga di sektor perdagangan.
Solusi ketiga berkaitan dengan intervensi perdagangan. Wempi menuturkan, menurut pantauan World Trade Organization (WTO), setidaknya ada 31 negara yang melakukan pembatasan ekspor di sektor pangan, pakan, dan pupuk.
“Ini membuat beberapa negara yang mengandalkan impor sangat kesulitan,” katanya.
Wempi menuturkan sejumlah pihak sejatinya sudah memulai inisiatif untuk mengatasi krisis pangan. Amerika Serikat, Cina, hingga World Bank telah menggelontorkan sejumlah dana untuk menyelesaikan persoalan ini. Namun, menurut Wempi, saat mendiskusikan soal sinkronisasi kebijakan, persoalan ini menjadi kian rumit.
“Persoalan pangan sudah menjadi masalah ekonomi politik,” kata Wempi.