Lonjakan Inflasi di AS, Penghasilan Rp 123 Juta/Bulan Tak Lagi Cukup

ANTARA FOTO/REUTERS/David Ryder/ama/dj
Ilustrasi. Daya beli rumah tangga Amerika Serikat menurun karena inflasi yang melonjak.
Penulis: Agustiyanti
6/9/2022, 17.10 WIB

Lonjakan inflasi membuat rumah tangga di Amerika Serikat kesulitan memenuhi kebutuhannya, terutama menjelang tahun ajaran baru sekolah. Riset belanja kebutuhan sekolah yang digelar Morning Consult menunjukkan, hanya 36% orang tua di Amerika Serikat yakin dapat membayarkan semua kebutuhan sekolah anak-anak mereka pada tahun ajaran baru ini.

Mengutip dari CNN Business, riset serupa yang dilakukan pada tahun lalu menunjukkan angka yang lebih tinggi yakni mencapai 52%. Inflasi di Amerika pada tahun lalu lebih rendah dibandingkan tahun ini. Pemerintah Amerika juga masih memberikan banyak stimulus pada tahun lalu, termasuk pembayaran kredit pajak anak di muka. 

Kemampuan berbelanja yang menurun salah satunya dirasakan Sarah Longmore. Keluarga Longmore berpenghasilan US$ 100 ribu per tahun atau setara Rp 1,48 miliar, jauh di atas rata-rata rumah tangga AS yang mencapai US$ 65 ribu per tahun. Namun dengan anggota keluarga yang terdiri dari lima anak, pengeluaran keluarganya jauh di atas rata-rata.  

Dengan inflasi yang mencapai 8,5% pada Juli akibat harga makanan dan energi semakin mahal, Langmore mengatakan pendapatannya tak cukup untuk menjaga rumah tangganya hidup dengan nyaman. Ia menekankan kebutuhan biaya sekolah di tahun ajaran baru karena empat dari lima anaknya masih dalam usia sekolah. 

"Tidak semua anak dapat mendapatkan barang baru untuk seluruh kebutuhan sekolahnya," kata Longmore.

Ia mencontohkan, anaknya yang berusia 12 tahun itu memilih baju baru daripada tas punggung dan alat tulis baru. Anak-anak yang lebih muda mewarisi ransel dan peralatan sekolah saudarnya yang lebih tua. Keluarga lain kemungkinan membuat keputusan serupa.

Menurut perkiraan dari perusahaan konsultan Deloitte dan National Retail Federation, orang tua AS diperkirakan menghabiskan sekitar US$661 hingga US$864 untuk perlengkapan sekolah di tahun ajaran baru. 

"Keluarga menganggap barang-barang untuk kebutuhan kembali ke sekolah dan kuliah sebagai kategori penting. Mereka mengambil langkah apa pun yang mereka bisa  untuk membeli apa yang mereka butuhkan untuk tahun ajaran bar," kata Presiden dan CEO NRF Matthew Shay.

Beberapa keluarga selalu menghadapi tantangan ini di awal tahun ajaran. 

Pengurangan yang disarankan NRF mungkin membantu. Namun, itu mungkin tidak cukup untuk membantu setiap keluarga membayar apa yang dibutuhkan anak-anak mereka untuk sekolah, bahkan ketika pengecer termasuk Walmart (WMT), Target (TGT), Kohl's (KSS) dan lainnya menurunkan harga barang dagangan untuk mengurangi persediaan mereka yang membengkak.

Ibu empat anak di Wisconsin, Molly Schmitz mengatakan sering mendaur ulang persediaan dari tahun sebelumnya, seperti yang dilakukan Longmore. Dia berinvestasi dalam tas ransel Lands' End yang memiliki jaminan seumur hidup, dan dengan hati-hati memetakan belanjaannya.

Ia membeli banyak perlengkapan untuk tiga anaknya usia sekolah dengan total kurang dari US$ 50.

Longmore telah berbelanja lebih banyak di Walmart dan Target untuk mendapatkan diskon yang lebih baik, terutama untuk pakaian dan sepatu anak-anak. Namun, utang kartu kreditnya tidak terlihat bagus sekarang.

Longmore tidak sendirian. Morning Consult melakukan polling konsumen setiap minggu dan hal yang penting untuk diperhatikan, menurut analis ritel dan e-commerce Claire Tassin, adalah lonjakan jumlah orang tua yang merasa tidak mampu membeli semua perlengkapan sekolah tahun ini.

Selain orang tua, guru juga khawatir tentang kemampuan mereka untuk mempersiapkan ruang kelas mereka secara memadai untuk tahun ajaran baru. Banyak yang akhirnya menghabiskan uang mereka sendiri untuk persediaan, dan mereka yang berada di distrik berpenghasilan rendah sering membeli barang untuk siswa mereka.

Guru kelas enam Cynthia Angell, yang tinggal di Tracy, California, mendapati dirinya kurang mampu secara finansial membantu kelasnya yang didominasi siswa berpenghasilan rendah.

"Dalam beberapa tahun terakhir, saya telah memberi siswa perlengkapan sekolah. Tahun ini saya tidak akan bisa melakukannya," kata Angell dalam email kepada CNN Business.

Dia berharap keluarga dengan kemampuan lebih akan menyumbangkan perlengkapan kelas. Namun, ia sadar para orang tua juga memiliki keterbatasan untuk membantu.