Subsidi Listrik Diprediksi Bengkak Rp 30 T, Tarif PLN Bakal Naik?

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/pras.
Petugas memeriksa meteran listrik di Rumah Susun Bendungan Hilir, Jakarta, Senin (4/5/2020).
13/9/2022, 09.04 WIB

Kementerian Keuangan memperkirakan realisasi subsidi dan kompensasi listrik tahun ini akan jebol sekitar Rp 30,4 triliun, lebih tinggi dari pagu Rp 100,6 triliun. Di sisi lain, pembayaran kompensasi listrik pemerintah selama ini justru belum tepat sasaran karena banyak mengalir ke industri dan bisnis besar, termasuk rumah tangga mampu.

Dalam rencana awal APBN 2022, pemerintah hanya menyediakan subsidi listrik Rp 56,5 triliun, tanpa ada kompensasi yang dibayarkan ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Namun anggarannya naik seiring perubahan postur APBN dalam Perpres No 98/2022. Pagu untuk subsidi menjadi Rp 59,6 triliun dan tambahan kompensasi Rp 41 triliun. Sehingga total pagu subsidi dan kompensasi listrik tahun ini Rp 100,6 triliun.

"Jika tidak diberlakukan tarif adjusment untuk non-subsidi, tentu menimbulkan beban kompensasi. Untuk tahun 2022 saja, beban kompensasi itu berpeluang menjadi Rp 64,55 triliun sehingga subsidi dan kompensasi listrik total 2022 outlook-nya Rp 131,02 triliun," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, dalam rapat panja RAPBN 2023 dengan Banggar DPR RI, Senin (13/9).

Adapun outlook subsidi listrik tahun ini sebesar Rp 66,47 triliun atau Rp 6,9 triliun lebih tinggi dari pagu anggaran. Outlook kompensasi Rp 64,55 triliun, berarti terdapat potensi pembengkakan Rp 23,6 triliun dari pagu.

Febrio juga mencatat total beban subsidi dan kompensasi terus meningkat sejak 2017 ketika tidak dilakukan kebijakan tarif adjustment atau kenaikan harga bagi pelanggan non subsidi. Outlook tahun ini meningkat 61% dibandingkan tahun lalu dan kenaikan lebih dari dua kali lipat dibandingkan 2017.

Tarif listrik untuk sebagian golongan pelanggan non subsidi juga masih lebih rendah dari harga keekonomian. Hal ini, kata Febrio, memunculkan risiko bagi keuangan negara dalam bentuk kompensasi ke PLN. Pembayaran kompensasi tahun ini yang diperkirakan sebesar Rp 64,55 triliun merupakan kenaikan 162% dibandingkan tahun lalu dan 765% lebih tinggi dari tahun 2017.

Persoalan lainnya, masih banyak subsidi dan kompnesasi listrik tersebut justru mengalir untuk kalangan mampu, termasuk industri dan bisnis besar. "Pemerintah menghadapi tantangan dalam konteks ketepatan sasaran yang harus terus ditingkatkan," kata Febrio.

Komposisi penerima manfaat subsidi listrik pada tahun lalu mayoritas merupakan rumah tangga sebesar 80,9%. Namun masih terdapat 3,7% subsidi listrik yang dinikmati industri dan 7,1% oleh sektor bisnis. Manfaat dari pembayaran kompensasi listrik lebih buruk lagi, dengan hampir separuhnya justru dinikmati industri besar dan 32,4% mengalir ke rumah tangga mampu dan 15% ke bisnis besar.

Karena itu, Febrio menyebut kebijakan subsidi listrik 2023 akan didorong untuk lebih tepat sasaran dan berkeadilan khususnya bagi rumah tangga miskin dan rentan. Anggaran subsidi listrik tahun depan naik menjadi Rp 72,33 triliun. Namun Febrio tidak merincikan terkait ada atau tidaknya alokasi kompensasi listrik tahun depan.

PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN membukukan total pendapatan usaha sebesar Rp368,17 triliun pada tahun 2021. Pendapatan terbesar berasal dari penjualan listrik, yakni Rp288,86 triliun atau tumbuh 5,08% dibanding tahun sebelumnya.

Adapun pendapatan PLN dari subsidi listrik pemerintah pada 2021 mencapai Rp49,8 triliun atau meningkat 3,77% dari tahun sebelumnya. Nilai ini porsinya mencapai 13% dari total pendapatan perusahaan di tahun tersebut.

Reporter: Abdul Azis Said