Rupiah kembali melemah pada perdagangan pagi ini dengan bergerak di kisaran Rp 15.200 per dolar AS sejak pembukaan. Rupiah masih tertekan sentimen The Federal Reserve, serta kabar Rusia yang akan mengusulkan agar OPEC+ mengurangi produksi minyaknya.
Data Bloomberg, rupiah bergerak di level 15.240 pada pukul 11.50 WIB, melemah 0,77% dari penutupan kemarin. Kurs Garuda bahkan sempat menyentuh level 15.262 pada pukul 09.38 WIB.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Edi Susianto mengatakan, dolar AS menguat terhadap mayoritas mata uang Asia lainnya, termasuk rupiah. Ada dua sentimen utama yang mendorong rupiah masih berada di zona merah pagi ini, yakni faktor yang datang dari Amerika Serikat dan Rusia.
"Hari ini faktor triger-nya, pertama adalah pernyataan-pernyataan pejabat The Fed yang memberikan nuansa masih akan tetap hawkish," kata Edi dalam keterangannya, Rabu (28/9).
Dikutip dari Reuters, Gubernur The Fed Minneapolis Neel Kashkari alam wawancara dengan WSJ Live mengatakan, para gubernur bank sentral bersatu untuk mencapai target penurunan inflasi dan pasar keuangan dinilai telah memahami itu. Komantar tersebut memperkuat sinyal The Fed masih akan mempertahankan kenakan bunga agresif hingga inflasi headline mencapai target 2%. Inflasi AS saat ini masih bertahan di atas 8% meski The Fed telah menaikan bunga 300 bps dalam lima pertemuan terakhir.
Edi mengatakan, faktor lain yang mendorong pelemahan rupiah datang dari Rusia. Mengutip Reuters, negeri beruang merah itu dikabarkan akan mengusulkan agar OPEC+ memangkas produksi minyak sekitar 1 juta barel per hari pada pertemuan OPEC+ awal bulan depan.
"Kondisi tersebut yang kembali membuat pelaku pasar bertambah gelisah sehingga di pasar New York tadi malam pasar saham dan obligasi mengalami pelemahan," kata Edi.
Imbal hasil alias yield US Treasury sempat naik menjadi 3,95%. Indeks dolar kembali menguat ke atas 114 setelah sebelumnya sempat turun di bawah level tersebut.
BI mengaku akan terus berada di pasar untuk menjaga stabilitas rupiah melalui triple intervention. Tujuannya, agar mekanisme pasar tetap terjaga dan tidak terjadi pelemahan yang liar atau berlebihan. Strategi triple intervention dilakukan melalui intervensi jual di pasar spot, pasar Domestik Non-Deliverable Forward (DNDF) atau pasar berjangka valas serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. S
"Tentu (triple intervention ditingkatkan), dengan fokus ke DNDF untuk lebih mengelola ekspektasi dari para pelaku pasar," kata Edi.
BI juga telah memperkenalkan 'senjata' baru menjaga rupiah, yakni operation twist. Melalui instrumen ini, BI menjual SBN jangka pendek, dan membeli yang bertenor panjang. Edi mengaku fokus BI saat ini pada operasi penjualan SBN jangka pendek tetapi dengan tetap memperhatikan perkembangan pasar.