Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) mengakomodasi kesempatan bagi para politisi untuk masuk ke kursi pimpinan bank sentral. Namun, pengamat menilai hal ini bisa mengganggu independensi Bank Indonesia dan memperingatkan agar beleid baru tersebut tidak menyebabkan Bank Indonesia bernasib seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang ramai diisi mantan politisi Senayan.
Ketentuan soal diperbolehkannya politisi menjadi anggota dewan gubernur BI termuat dalam pasal 47 dalam draft RUU P2SK. Dalam bagian tersebut tidak terdapat ayat yang menyebutkan larangan anggota dewan gubernur menjadi pengurus atau anggota partai politik.
Pasal tersebut antara lain berbunyi: Anggota dewan gubernur baik sendiri maupun bersama-sama dilarang mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung kepada perusahaan manapun juga. Anggota juga dilarang rangkap jabatan pada lembaga lain kecuali karena kedudukannya wajib memangku jabatan tersebut.
Ketentuan terkait politisi yang diperbolehkan menjadi anggota dewan gubernur BI sebetulnya sudah diatur sejak lama. Ketentuan pasal 47 UU 23 tahun 1999 terkait ayat yang melarang anggota dewan gubernur bergabung dengan partai politik sudah dihapus dalam UU 3 tahun 2004 yang merupakan revisi terhadap UU 23 1999. Oleh karena itu, sebetulnya DPR telah membuka pintu lebar bagi politis untuk masuk ke bank sentral sejak revisi 2004 lalu, dan aturan ini tetap dipertahankan di dalam RUU P2SK.
Adapun yang berubah dari pasal 47 di dalam RUU P2SK dengan UU 3 tahun 2004 pada bagian wewenang presiden. Dalam UU 3 2004, presiden bisa menetapkan anggota yang melanggar dua aturan tersebut untuk berhenti dari jabatannya jika tidak bersedia mengundurkan diri. Ayat yang menjelaskan terkait wewenang tersebut dalam RUU P2SK dihilangkan.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengkritisi langkah DPR masih mempertahankan ketentuan lama tersebut. Ia menyarankan agar ketentuan pasal 47 tersebut kembali seperti beleid awal UU 3 tahun 1999 yang memuat adanya larangan bagi anggota dewan gubernur yang bergabung sebagai anggota partai politik.
"Bank sentral itu banyak sekali kekuasaan kewenangannya, sementara politisi itu pasti walaupun tidak menjabat pun kalau backgroundnya politisi, itu akan sangat mudah dia dipengaruhi oleh teman-temannya yang politisi," kata Piter, Rabu (28/9).
Tidak adanya ayat khusus yang melarang anggota dewan gubernur bergabung sebagai anggota partai politik membuka peluang para politisi masuk ke tubuh bank sentral lewat usulan Presiden. Hal ini dinilai sangat berbahaya karena bisa mengintervensi berbagai kebijakan Bank indonesia, termasuk keputusan kebijakan moneter hingga tugas dalam pencetakan uang.
Hal ini juga bisa mempengaruhi kepercayaan dunia internasional terhadap Bank Indonesia. Padahal, sejauh ini, Piter melihat BI mempunyai citra yang sangat baik di dunia internasional dengan berbagai kebijakannya yang berjalan baik.
"Tidak pernah ada (politisi) yang masuk ke BI, selalu dari teknokrat dan profesional. Jangan pernah diawali politisi masuk ke sana, sudah cukup Badan pemeriksa Keuangan (BPK) saja yang begitu," kata Piter.