Utang Pemerintah Naik Rp 73 Triliun dalam Sebulan, Porsi Asing Turun

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Petugas menata tumpukan uang di Cash Pooling Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (28/11/2019).
29/9/2022, 09.10 WIB

Posisi utang pemerintah pada akhir Agustus mencapai Rp 7.236,6 triliun, naik Rp 73,5 triliun dibandingkan bulan sebelumnya. Kenaikan terutama berasal dari utang dalam negeri baik berbentuk obligasi pemerintah maupun pinjaman, sementara kepemilikan asing turun.

Dengan kenaikan tersebut, rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) juga naik menjadi 38,3%. "Rasio utang terhadap PDB dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal," demikian dikutip dalam dokumen APBN KiTA edisi September, Kamis (29/9).

Utang pemerintah terdiri atas dua jenis, utang berbentuk surat berharga negara (SBN) dan pinjaman. Mayoritas dari utang pemerintah berbentuk SBN dengan komposisi 88,79% dari total utang atau Rp 6.425,55 triliun.

Utang berbentuk SBN terutama yang berasal dari dalam negeri meningkat sebesar Rp 92,6 triliun menjadi Rp 5.126 triliun. Sebaliknya, SBN valas atau yang dipegang oleh asing justru turun sebesar Rp 6,6 triliun menjadi RP 1.299 triliun.

Selain itu, pemerintah juga memiliki utang berbentuk pinjaman sebesar Rp 811,05 triliun atau 11,21% dari total utang saat ini. Pinjaman dari dalam negeri meningkat tipis Rp 270 miliar menjadi Rp 15,92 triliun, sedangkan pinjaman asing berkurang Rp 12,7 triliun menjadi Rp 795 triliun.

Berdasarkan mata uangnya, mayoritas utang pemerintah berasal dari dalam negeri berdenominasi rupiah yang mencakup 71,06% dari total utang. Kepemilikan utang berbentuk SBN juga makin didominasi investor dari dalam negeri seperti bank sentral dan perbankan.

Adapun menurut Bank Dunia, Indonesia merupakan negara dengan utang terbesar di Asia Tenggara hingga 2020. Bank Dunia mencatat total utang eksternal (external debt) Indonesia mencapai US417,53 miliar.


Kepemilikan investor asing dalam SBN juga terus menurun. Sebelum pandemi atau akhir tahun 2019, asing memiliki 38,57% dari total SBN, kemudian menyusut tersisa 19,05% pada akhir tahun lalu, dan per 22 September 2022 mencapai 14,7%.

"Meski demikian, dampak normalisasi kebijakan moneter terhadap pasar SBN tetap masih perlu diwaspadai," kata Kemenkeu.

Kementerian Keuangan juga telah merealisasikan pembiayaan utang sebesar Rp 331,2 triliun hingga bulan Agustus. Ini mencakup penarikan utang lewat SBN secara neto sebesar Rp 317,3 triliun dan pinjaman neto sebesar Rp 13,8 triliun. Realisasi pembiayaan utang tersebut baru mencapai sekitar sepertiga dari target tahun ini dan lebih rendah 40% dari periode yang sama tahun lalu.

Kemenkeu mengaku tantangan ke depan terhadap disiplin fiskal dan pengelolaan utang telah bergeser dari pandemi kepada gejolak global. Tanganan terhadap krisis pangan dan energi telah meningkat, sehingga berpotensi menjadi batu sandungan terhadap pengelolaan keuangan negara.

Reporter: Abdul Azis Said