Sejumlah ekonom memperkirakan indeks harga konsumen (IHK) mencatat kenaikan inflasi yang signifikan bulan ini imbas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Baik Bank Indonesia maupun Kementerian Keuangan memproyeksikan hal serupa, inflasi September akan di atas 1% secara bulanan, setelah deflasi pada bulan Agustus.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memprediksi, inflasi September sebesar 1,12% secara bulanan, melonjak dari deflasi 0,21% pada bulan sebelumnya. Inflasi tahunan juga naik ke 5,9% dari bulan sebelumnya sempat turun ke 4,7%.
"Peningkatan inflasi tersebut dipengaruhi oleh kenaikan inflasi harga diatur pemerintah dan inflasi inti. Inflasi harga diatur pemerintah diperkirakan meningkat signifikan didorong oleh kenaikan harga BBM pada awal bulan September yang merupakan efek putaran pertama dari kenaikan harga BBM," kata Josua dalam risetnya dikutip Senin (3/10).
Sebaliknya, kelompok harga pangan bergejolak terpantau deflasi. Harga sejumlah komoditas pangan mulai dari bawang merah hingga daging sapi turun dalam sebulan terakhir. Namun, masih ada beberapa komoditas yang akan menyumbangn inflasi seperti beras dan telur ayam.
Inflasi inti juga meningkat sejalan kenaikan inflasi secara umum. Hal ini sebagai imbas dampak putaran kedua dari kenaikan harga BBM. Inflasi inti diperkirakan sebesar 3,59% secara tahunan dari bulan sebelumnya 3,04%.
"Inflasi September hingga November diperkirakan menjadi puncak inflasi pada tahun 2022 sejalan dengan efek putara kedua yang juga berpotensi mempengaruhi inflasi inti dan inflasi harga bergejolak," kata Josua.
Kepala Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution memperkirakan, inflasi bulan ini mencapai 1,2% secara bulanan dan 5,99% secara tahunan. Lonjakan ini didorong oleh komponen harga diatur pemerintah, sementrara harga pangan bergejolak yang meningkat beberapa bulan terakhir telah menunjukkan penurunan.
Kenaikan inflasi harga diatur pemerintah terutama berasal dari penyesuaian harga BBM. Di samping itu, faktor lainnya juga karena pemerintah memberlakukan kenaikan tarif ojek online serta penyesuaian tarif angkutan antar kota-antar provinsi.
"Efek riak kenaikan harga BBM secara bertahap mempengaruhi tekanan ke atas pada komponen inti. Meskipun terjadi penurunan harga lebih lanjut untuk pangan bergejolak, tingkat inflasi tahunan akan meningkat tajam bulan ini," kata Damhuri dikutip dari risetnya.
Perkiraan inflasi versi Bank Mandiri lebih tinggi dibandingkan dua perkiraan sebelumnya, Inflasi diperkirakan melonjak ke 1,29% secara bulanan, serta inflasi tahunan menyentuh 6,08%.
Kenaikan inflasi secara umum terutama karena kenaikan harga Pertalite dan Solar. Penyesuaian harga tersebut kemudian mendorong kenaikan biaya transportasi dan jasa distribusi yang kemudian memicu kenaikan harga barang dan jasa lainnya.
Inflasi inti juga meningkat ke 3,47% secara tahunan. "Inflasi inti juga terlihat melanjutkan penguatan karena pelanggaran PPKM yang mendorong peningkatan mobilitas serta efek putaran kedua dari dampak penyesuaian harga bahan bakar," kata Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman dalam risetnya.
Ia memperkirakan, inflasi masih akan tetap tinggi di sisa tahun ini dan akan berada di 6,27% pada akhir tahun. Faktor pendorong utamanya karena permintaan yang membaik seiring mobilitas yang meningkat serta penyesuaian harga BBM.
Perkiraan inflasi versi Bank Indonesia (BI) dan kementerian Keuangan juga memperkirakan terjadi lonjakan pada bulan ini. Survei pemantauan harga BI sampai dengan minggu terakhir September, inflasi diperkirakan mencapai 1,1% secara bulanan. Penyumbang utamanya karena kenaikan harga bensin. Sementara, Kemenkeu memperkirakan inflasi akan meningkat 1,38% secara bulanan, dari seharusnya masih deflasi 0,12% jika tidak ada kenaikan harga BBM.