Sri Mulyani Pamer Kinerja Pabrik di RI Menguat saat Cina & Eropa Lesu

ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/foc.
Sejumlah pekerja menyelesaikan penyablonan kaos di salahsatu pabrik kaos, Brebes, Jawa Tengah, Kamis (8/9/2022).
Penulis: Abdul Azis Said
3/10/2022, 21.46 WIB

Aktivitas pabrik-pabrik di Indonesia yang terlihat dari Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur menguat pada September. Menteri Keuangan Sri Mulyani optimistis ini menjadi sinyal pemulihan ekonomi yang kuat pada kuartal ketiga.

PMI Manufaktur September naik menjadi 53,7 dari bulan sebelumnya 51,7 poin. Ini merupakan kinerja yang tercepat dalam delapan bulan terakhir.

"Per kuartal ketiga (pemulihan ekonomi) masih bagus. Hari ini PMI Manufaktur Indonesia naik," kata Sri Mulyani dalam acara Indonesia Economic Outlook (IEO) 2023, Senin (3/10).

“Dibandingkan banyak negara G20 dan ASEAN, hanya sedikit yang masih bisa naik. Justru banyak yang direvisi ke bawah,” tambah dia.

Aktivitas pasar yang lebih besar dan kondisi permintaan yang lebih kuat berkontribusi pada kenaikan indeks PMI.

Peningkatan pesanan baru selama September juga menjadi yang terkuat dalam hampir setahun. Namun permintaan dari luar negeri masih terkontraksi selama empat bulan terakhir.

Meski begitu, Sri Mulyani optimistis pertumbuhan ekonomi domestik masih akan kuat setidaknya hingga kuartal III. Hal ini berbanding terbalik dengan kinerja banyak negara yang melemah sejak kuartal II.

Dalam keterangannya pekan lalu, Sri Mulyani optimistis pertumbuhan ekonomi kuartal III di kisaran 5,6% - 6%.

Namun ia juga khawatir dengan perlambatan ekonomi di negara lain yang bisa berdampak ke dalam negeri. "Kalau seluruh dunia melemah, akan menjadi downside risk untuk kita sendiri. Maka, tahun depan banyak ketidakpastian," kata Sri Mulyani.

Ketidakpastian terhadap kondisi ekonomi ke depan terutama datang dari ketidakpastian soal berapa lama inflasi tinggi, dinamika kenaikan suku bunga global hingga harga komoditas.

Manufaktur Cina hingga Eropa Melambat

Indonesia menjadi sedikit negara yang sektor manufakturnya masih ekspansif. Manufaktur di sebagian besar negara ASEAN memang menguat.

Singapura misalnya, mencatatkan PMI manufaktur 58,5 poin. Indeks PMI manufaktur Thailand juga mencapai rekor tertinggi sejak akhir 2015.

Kinerja manufaktur di Filipina dan Vietnam juga melanjutkan perbaikan.

Sebaliknya, Malaysia dan Myanmar mencatatkan penurunan PMI manufaktur di bawah 50.

Tekanan di sektor manufaktur juga berlanjut di mitra dagang utama Indonesia yakni Cina. PMI manufaktur Negeri Tirai Bambu turun dari 49,5 menjadi 48,1 poin.

Beijing membatasi kerja pabrik-pabrik guna pandemi Covid-19. Output dan bisnis baru pun menurun, serta perusahaan memangkas aktivitas pembelian dan persediaan.

Pabrik-pabrik di Eropa lesu. Hal ini tecermin dar PMI manufaktur yang turun dari 49,6 menjadi 48,4 poin. Ini merupakan level terendah sejak Juni 2020.

Volume produksi menurun sebagai respons terhadap harga energi yang tinggi. Selain itu, permintaan menurun tajam karena inflasi dan ketidakpastian ekonomi.

Reporter: Abdul Azis Said