Pemerintah resmi menaikkan harga BBM bersubsidi pada awal bulan lalu di tengah kenaikan harga minyak dan ancaman pembengkakan anggaran. Ekonom Senior yang juga mantan Menteri Keuangan Indonesia Chatib Basri menilai penyesuaian harga menjadi langkah tepat.
"Saya mengapresiasi pemerintah menyesuaikan harga bahan bakar, karena saya pikir lebih baik mengalokasikan subsidi ini kepada kelompok rentan daripada memberikan subsidi ke masyarakat berpenghasilan tinggi," kata Chatib dalam acara BNI Investor Daily Summit 2022, Jakarta, Selasa (11/10).
Ia mengatakan penyesuaian harga merupakan keputusan yang tidak mudah. Meski demikian, anggaran negara yang semakin terbatas ini perlu dialokasikan kepada belanja prioritas dan berkualitas.
Apalagi, tantangan pada pengelolaan anggaran negara ke depan yakni terkait lesunya penerimaan akibat penurunan harga komoditas. Di samping itu, ruang fiskal makin terbatas tahun depan dengan ketentuan defisit anggaran harus dibawa turun ke bawah 3%.
"Alokasi anggaran harus ke prioritas utama yakni soal dampak dari harga pangan dan bahan bakar yang tinggi terhadap kelompok rentan. Inilah mengapa isu perlindungan sosial menjadi salah satu prioritas paling penting," kata Chatib.
Komentar Chatib soal penyesuaian harga BBM tersebut senada dengan usulan Bank Dunia agar Indonesia mengurangi subsidi terhadap BBM dan LPG 3 Kg. Lembaga yang berbasis di Washington DC, AS itu menyarankan agar pemerintah mengganti subsidi barang tersebut menjadi transfer langsung, seperti bantuan langsung tunai (BLT).
Menurut catatan Bank Dunia, mayoritas negara di Asia Tenggara terutama Malaysia dan Indonesia telah meningkatkan alokasi subsidi untuk BBM. Indonesia bahkan mengalokasikan subsidi hingga ratusan triliun rupiah untuk memberikan subsidi BBM jenis Pertalite, Solar, dan minyak tanah.
"Rekomendasi kami untuk mengurangi subsidi bahan bakar dan mendorong investasi energi terbarukan, akan mengurangi paparan terhadap volatilitas harga bahan bakar fosil dan juga membantu negara-negara di kawasan memenuhi komitmen yang telah mereka buat untuk mengurangi emisi," kata Kepala Bank Dunia untuk regional Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo dalam media briefing, Selasa (27/9).
Bank Dunia menyarankan bantuan diarahkan dalam bentuk transfer cash kepada masyarakat yang membutuhkan, alih-alih memberi subsidi bahan bakar. Dalam kasus di Thailand, baik pemberian subsidi maupun pemberian bantuan langsung tunai sama-sama bisa membantu menekan angka kemiskinan. Namun, pemberian subsidi barang lebih boros biaya, bahkan butuh anggaran lima kali lebih banyak daripada memberi bantuan tunai.
Di Indonesia, Bank Dunia menyebut, pengalihan subsidi BBM menjadi bantuan tunai kepada masyarakat bisa menghemat anggaran 0,6% dari Produk Domestik bruto (PDB).
"Jika semua uang yang dihabiskan untuk subsidi BBM malah dihabiskan untuk transfer tunai, anda mendapatkan pengurangan (kemiskinan) yang jauh lebih besar, dan itu karena transfer tunai bisa menyasar masyarakat miskin, itulah mengapa mereka jauh lebih efektif," kata Aaditya.