Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kinerja ekspor September melambat sering penurunan pada harga beberapa komoditas unggulan terutama minyak kelapa sawit atau CPO dan bijih besi. Nilai ekspor pada bulan lalu terkontraksi secara bulanan, serta tumbuh lebih lambat secara tahunan.
Nilai ekspor September sebesar US$ 24,8 miliar, turun 10,9% secara bulanan. Secara tahunan, ekspor tumbuh 20,28%, tapi lebih rendah dibandingkan Agustus yang bisa tumbuh hingga 30,15%.
"Ekspor non migas turun 10,31% secara bulanan, lebih diutamakan karena penurunan komoditas lemak dan minyak hewan nabati sebesar 31,91%, komoditi pakaian dan aksesorisnya juga turun 30,75%, serta besi dan baja yang turun 5,87%," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto dalam konferensi pers secara daring, Senin (17/10).
Nilai ekspor migas juga turun 21,41% secara bulanan. Penurunan ini dikarenakan dikarenakan perubahan nilai ekspor untuk untuk gas yang turun 22,06%. Ekspor gas secara volume jaga turun 12,5%. Nilai ekspor hasil minyak turun 35,43% seiring penurunan volumenya 21,4%.
Berdasarkan sektornya, mayoritas mencatatkan penurunan secara bulanan. Ekspor migas turun 21,4%, ekspor pertanian kehutanan dan perikanan sebesar 8,65%, serta ekspor industri pengolahan turun 14,24%. Sebaliknya, ekspor tambang dan lainnya masih berhasil tumbuh 2,61% secara bulanan.
Penurunan kinerja ekspor secara bulanan itu tidak mengejutkan, mengingat terjadi penurunan pada sejumlah harga komoditas unggulan Indonesia. Setianto mencatat, harga CPO dan bijih besi terkoreksi. Harga minyak kelapa sawit turun 11,37% secara bulanan begitu juga bijih besi sebesar 8,31%. Namun komoditas lainnya terutama nikel dan batu bara masih mencatat kenaikan secara bulanan.
Sejumlah ekonom sebelumnya memang memperkirakan kinerja ekspor akan melemah bulan ini dibandingkan bulan sebelumnya. Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memperkirakan ekspor hanya tumbuh 13,5% secara tahunan, jauh lebih rendah dibandingkan Agustus yang mencapai 30,15%.
"Ekspor agak lambat karena harga komoditas mineral dan CPO melandai sejak Juni. Namin pertumbuhannya masih sama dipicu harga komoditas, termasuk perikanan dan otomotif," kata David dalam keterangannya, Minggu (17/10).