BI: Dunia Tak Baik-baik Saja, Harga Pangan & Minyak Masih Akan Tinggi

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/nym.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menyebut kondisi dunia saat ini tidak baik-baik saja.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
31/10/2022, 12.00 WIB

Bank Indonesia melihat tantangan perekonomian global yang berasal dari kenaikan harga komoditas, terutama pangan dan energi masih akan tinggi ke depannya. Inflasi yang tinggi kemudian direspons dengan pengetatan kebijakan moneter di banyak negara.

"Bacaan kami, risiko harga komoditas masih akan tinggi ke depannya. Oleh karena itu, simbol atau tagnya adalah dunia sedang tidak baik-baik saja. Kami bukan menakut-nakuti, tetapi bagaiamana kita harus memitigasi," kata Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo dalam acara Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) Sulawesi Tengah, Senin (31/10).

Lonjakan harga energi terurama minyak dan gas kemungkinan akan kembali terjadi dalam beberapa bulan mendatang. Kenaikan ini tidak lepas dari kondisi pasokan energi di Eropa memasuki musim dingin. Benua biru itu banyak bergantung suplai gas dari Rusia. Namun. perang telah membuat hubungan kawasan ini dengan Rusia memburuk sehingga terancam kekurangan gas dari Rusia.

Perang juga masih mendistrupsi suplai pangan global, terutama yang berasal dari Ukraina. Moskow akhir pekan lalu mengumumkan untuk menarik diri dari Inisiatif Gandum Laut Hitam, sebuah kerja sama untuk  membuka kembali pelabuhan Ukraina untuk ekspor produk pertanian khususnya gandum.

"Itu potensi baru yang muncul dari sisi bagaimana pasokan dari pangan salah satunya akan terganggu lagi, dengan harga yang juga berpotensi naik," ujar Doddy.

Tren harga komoditas tinggi telah menyulut kenaikan inflasi di banyak negara. Tekanan harga perlu dikendalikan salah satunya lewat pengetatan moneter. Langah ini sudah dilakukan di banyak negara, dimana suku bunga telah meningkat dan biaya kredit menjadi lebih mahal.

"Karena semua negara sedang berperang dengan ancaman yang sama, semua menaikan suku bunga" kata Doddy.

Dana Moneter Internasional (IMF) juga telah memperingatkan bahwa situasi ekonomi makin sulit tahun depan. Harga-harga barang masih akan tetap tinggi pada tahun depan sebelum akhirnya inflasi akan melambat menjadi 4,1% pada tahun 2024. 

Tekanan harga juga meluas bukan hanya di makanan dan energi. Inflasi inti global naik dari tingkat bulanan tahunan sebesar 4,2% pada akhir 2021 menjadi 6,7% secara rata-rata di banyak negara pada Juli lalu.

IMF menyebut ratusan juta orang akan merasakan dampak dari penurunan ekonomi yang sangat tajam sekalipun secara kinerja perekonomian negaranya masih bisa tumbuh positif. Prospek pertumbuhan tahun depan dipangkas menjadi hanya 2,7%, menunjukkan perlambatan dari tahun ini.

"Di banyak negara, risiko resesi meningkat. Bahkan ketika pertumbuhan tetap positif, bagi ratusan juta orang, itu akan terasa seperti resesi karena kenaikan harga dan pendapatan yang menyusut," kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dalam keterangan persnya beberapa pekan lalu.

Ia mengatakan, ketidakpastian masih sangat tinggi. Perkiraan IMF menunjukkan terdapat 25% probabilitas perekonomian dunia tumbuh melambat hingga di bawah 2%. Ini merupakan kinerja pertumbuhan yang secara historis rendah, bahkan hanya lima kali sejak tahun 1970 perekonomian tumbuh di level tersebut. 

IMF juga melihat ada potensi risiko lebih buruk lagi, perekonomian dunia bisa tumbuh hanya 1,1% dengan pendapatan per kapita stagnan pada tahun.  Namun, probabilitasnya lebih kecil.

Reporter: Abdul Azis Said