Nilai tukar rupiah dibuka menguat signifikan pagi ini 137 poin ke level Rp 15.557 per dolar AS. Penguatan rupiah setelah rilis data inflasi Amerika pada Oktober yang menunjukkan penurunan.
Mengutip Bloomberg, rupiah terus menguat ke arah Rp 15.509 pada pukul 09.20 WIB. Ini semakin jauh dari posisi penutupan kemarin pada Rp 15.694 per dolar AS.
Mayoritas mata uang Asia lainnya perkasa terhadap dolar AS pagi ini. Won Korea Selatan menguat 2,53% disusul peso Filipina 1,43%, dolar Taiwan 1,13%, ringgit Malaysia 1,12%, baht Thailand 0,14% , yuan Cina 0,11% dan dolar Hong Kong 0,04%. Sebaliknya rupee India anjlok 0,46% bersama dolar Singapura 0,25% dan yen Jepang 0,97%.
Analis PT Sinarmas Futures Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan menguat hari ini imbas penurunan inflasi AS periode Oktober. Kurs rupiah diperkirakan menguat ke arah Rp 15.600, dengan potensi resisten di kisaran Rp 15.690 per dolar AS.
Inflasi di Amerika pada bulan lalu naik 0,4% secara bulana dan 7,7% secara tahunan. Realisasi inflasi tahunan ini menurun dibandingkan bulan sebelumnya yang masih di atas 8%. Inflasi Oktober juga di bawah perkiraan Dow Jones 0,6% dan 7,9%.
Inflasi inti, yang tidak menghitung kenaikan harga pangan dan energi, juga di bawah ekspektasi. Realisasi inflasi inti 0,3% secara bulanan dan 6,3% secara tahunan.
"Meskipun angkanya masih tinggi, tapi penurunan inflasi ini memicu ekspektasi bahwa The Fed bakal mulai melambatkan laju kenaikan suku bunga acuannya," kata Ariston dalam risetnya, Jumat (11/11).
Suku bunga The Fed sudah dinaikkan sejak Maret merespons lonjakan inflasi tinggi. Kenaikan suku bunga jumbo 75 bps bahkan sudah ditempuh The Fed dalam empat pertemuan beruntun.
Inflasi di Amerika yang mulai mendingin ini memberi keyakinan bagi pasar untuk masuk ke aset berisiko, termasuk rupiah. Sentimen risk on ini yang juga mendorong dolar AS melemah terhadap nilai tukar lainnya.
Analis DCFX Lukman Leong juga memperkirakan rupiah akan menguat dan bergerak di rentang Rp 15.500-Rp 15.600 per dolar AS. Rilis data inflasi AS mendorong penurunan tajam pada dolar AS dan imbal hasil atau yield obligasi AS.