Sri Mulyani Akan Perbesar SILPA untuk Antisipasi Gejolak 2023

ANTARA FOTO/MEDIA CENTER G20 INDONESIA/Zabur Karuru/wsj.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah akan mengakumulasi SILPA cukup signifikan pada tahun ini untuk mengantisipasi gejolak ekonomi yang berpotensi terjadi pada tahun depan.
Penulis: Agustiyanti
25/11/2022, 14.47 WIB

Kementerian Keuangan mencatat terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran atau SILPA hingga Oktober 2022  mencapai Rp 270,4 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan mengakumulasi SILPA cukup signifikan pada tahun ini untuk mengantisipasi gejolak ekonomi yang berpotensi terjadi pada tahun depan. 

"Strategi kami dalam menghadapi kewaspadaan pada 2023 memang dengan mengakumulasi  SILPA yang cukup signifikan," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita, Kamis (24/11). 

Ia menjelaskan, pihaknya perlu meminimalisasi risiko terjadinya gejolak ekonomi pada tahun depan dengan menjaga cadangan dana atau cash buffer. "Ini yang kami lakukan hingga akhir tahun. Jadi kalau melihat angka SILPA agak besar, memang itu by design karena kami mencoba mengelola risiko tahun berikutnya," ujar Sri Mulyani. 

Sri Mulyani mengatakan, ada beberapa faktor yang harus diwaspadai pada tahun depan. Salah satunya, koreksi harga komoditas. Harga komoditas yang melambung sejak tahun lalu telah mendorong  kinerja ekspor dan penerimaan negara.

Ia juga sebelumnya menyebut lingkungan global tengah menghadapi 'turbulensi'. Perang Rusia dan Ukraina telah menyundut tekanan inflasi dunia meningkat yang  kemudian mendorong kebijakan moneter yang makin ketat.  Kombinasi inflasi tinggi yang diikuti pengetatan moneter menyebabkan perekonomian di beberapa negara melemah. Kalaupun lolos dari pertumbuhan negatif, menurut dia, beberapa negara akan menghadapi perlambatan signifikan dengan pertumbuhan positif yang kecil.

Sri mulyani menekankan, tantangan bukan hanya dari inflasi dan kondisi moneter yang ketat. Risiko ekonomi tahun depan juga berasal dari perlambatan ekonomi Cina akibat kebijakan penanganan Covid-19. Ekonomi dunia bisa terpengaruh jika Cina melanjutkan kebijakan penguncian wilayah. Berbagai faktor global tersebut berpotensi mempengaruhi ekonomi domestik.

"Tapi seberapa besar downside risknya, nanti kita akan lihat sampai akhir tahun ini," ujar Sri Mulyani.

Kementerian Keuangan mencatat SILPA pada Oktober 2022 turun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp 490,7 triliun. Ini seiring realisasi belanja negara yang lebih cepat dalam sebulan terakhir. 

Belanja negara hingga Oktober 2022 naik 14,2% Rp 2.351,1 triliun, sedangkan pendapatan negara melesat 44,5% menjadi Rp 2.181,6 triliun. Pertumbuhan belanja negara memang lebih rendah secara tahunan dibandingkan pendapatan negara. Namun, kenaikannya secara bulanan lebih cepat, sehingga APBN berbalik dari surplus pada September 2022 menjadi defisit pada bulan lalu.

Realisasi belanja negara bertambah Rp 437,2 triliun dalam satu bulan terakhir, sedangkan pendapatan negara bertambah Rp 206,9 triliun. Sri Mulyani mencatat, seluruh komponen penerimaan negara tumbuh tinggi. Penerimaan perpajakan melesat 49,3% menjadi Rp 1.704,5 triliun, sedangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) naik 34,4% menjadi Rp 476,5 triliun. Penerimaan perpajakan terutama didorong oleh ppenerimaan pajak yang tumbuh 51,8% menjadi Rp 1.448,2 triliun, sedangkan penerimaan kepabeanan dan cukai naik 24,6% menjadi Rp 256,3 triliun. 

Sementara itu, realiasi belanja negara didorong oleh belanja pemerintah yang tumbuh 18% menjadi Rp 1.671,9 triliun dan transfer keuangan daerah yang tumbuh 5,7% menjadi Rp 679,2 triliun. Pada komponen belanja pemerintah pusat, belanja non-Kementerian/Lembaga (K/L) melesat 57,4% secara tahunan mencapai Rp 917,7 triliun, sedangkan belanja K/L terkontraksi 9,5% dibandingkan tahun lalu menjadi Rp 754,1 triliun.