Harga Beras, Telur, Tempe, dan Tahu Masih Naik Meski Inflasi Melandai

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.
BPS mencatat rata-rata harga beras naik dari Rp 11.837 per kg pada Oktober menjadi Rp 11.877 per kg pada November 2022.
Penulis: Agustiyanti
1/12/2022, 12.01 WIB

Badan Pusat Statistik mencatat, masih terjadi kenaikan harga pada sejumlah komoditas pangan seperti beras, telur, tempe dan tahu pada bulan lalu meski inflasi melandai dibandingkan bulan sebelumnya. Harga bahan pangan yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari itu mengalami tren kenaikan dalam 3-4 bulan terakhir. 

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Setianto menjelaskan, harga beras masih mengalami kenaikan meski melandai pada bulan lalu. Inflasi beras bulan lalu turun dari 1,44% pada September dan 1,33% pada Oktober menjadi 0,37% pada bulan lalu.

"Memang dari sisi harga, kami lihat masih ada kenaikan dari Rp 11.837 per kg pada Oktober menjadi Rp 11.877 per kg bulan lalu, tetapi kenaikannya melemah," ujarnya dalam Konferensi Pers, Kamis (1/12). 

Ia juga mencatat, masih terjadi kenaikan pada harga telur ayam ras, serta tahu dan tempe. Berdasarkan catatan BPS, harga telur ayam ras mencatatkan inflasi 2,77% secara bulanan atau 17,11% secara tahunan. Sementara harga tahu naik 2,12% secara bulanan atau 12,43% secara tahunan dan harga tempe naik 2,13% secara bulanan atau 13,5% secara tahunan. 

"Untuk tahu dan tempe, kenaikan harga disebabkan stok kedelai dalam negeri yang semakin menipis. Realisasi impor kedelai juga lambat berdasarkan data Bapanas dan Kementan," kata dia.

Sementara kenaikan harga telur, menurut dia, terjadi karena kondisi afkir dini atau upaya mengurangi produksi indukan agar tidak bertelur dan menjadi bibit ayam.

BPS mencatat IHK pada November mengalami inflasi 0,09% secara bulanan atau 5,42% secara tahunan. Meski harga beras, telur ayam, serta tahu dan tempe naik, kelompok makanan dan minuman tidak menyumbangkan inflasi secara bulanan pada Oktober. Ini karena ada beberapa harga pangan yang juga turun dan menyumbangkan deflasi seperti cabai. 

Setianto menjelaskan  tekanan inflasi bulan lalu melemah dibandingkan bulan sebelumnya. Ini terutama disebabkan oleh melemahnya inflasi komponen harga bergejolak yang turun dari 7,19% secara tahunan pada Oktober menjadi 5,17%. Komponen tersebut memiliki andil 0,95% terhadap inflasi.

Inflasi komponen harga yang diatur pemerintah hanya turun dari 13,28% pada Oktober menjadi 13,01%, sedangkan inflasi inti hanya turun dari 3,31% menjadi 3,3%. Adapun komponen harga yang diatur pemerintah memberikan sumbangan 2,3% terhadap inflasi, sedangkan komponen inti berkontribusi 2,17%.   

Ia menjelaskan, komoditas yang menyumbangkan inflasi tertinggi secara tahunan adalah bensin, bahan bakar rumah tangga, rokok, beras, telur ayam ras, tarif angkutan dalam kota. "Kelompok transportasi mengalami inflasi tahunan tertinggi mencapai 15,45% dengan andil 1,86%," kata dia. 

Adapun kelompok makanan, minuman, dan tembakau mencatatkan inflasi tertinggi kedua secara tahunan mencapai 5,87% dengan andil 1,5%, disusul perlengkapan peralatan rumah tangga rutin yang mencapai 4,96% dengan andil 0,3%.