DPR Setujui RUU PPSK Jadi Undang-undang, Simak Pasal-pasal Pentingnya

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.
Ilustrasi. Seluruh anggota DPR yang hadir dalam paripurna menyatakan setuju untuk mengesahkan RUU PPSK menjadi UU.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
15/12/2022, 10.44 WIB

Sidang paripurna DPR menyetujui Rancangan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan sektor keuangan (RUU PPSK) pada hari ini, Kamis (15/12). Omnibus law ini akan mereformasi sistem keuangan dengan mengubah sejumlah pasal dalam 17 undang-undang, terutama di sektor keuangan.

"Kami menanyakan sekali lagi kepada anggota apakah Rancangan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan sektor keuangan disetujui untuk disahkan sebagai undang-undang," ujar Ketua DPR Puan Maharani, Kamis (15/12). 

Seluruh anggota DPR yang hadir dalam paripurna menyatakan setuju. Puan kemudian mengetuk palu tanda persetujuan DPR atas RUU PPSK. 

Adapun undang-undang yang diubah melalui RUU PPSK, yakni UU Dasar 1945, UU Perbankan, UU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK), UU Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), UU Bank Indonesia, UU Otoritas Jasa Keuangan, UU Pasar Modal, UU Perdagangan Berjangka Komoditi, UU Surat Utang Negara, UU Lembaga Penjamin Simpanan, UU Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU Perbankan Syariah, UU Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, UU Perasuransian, dan UU Penjaminan.

Berikut pasal-pasal penting dalam RUU PPSK yang dirangkum Katadata.co.id berdasarkan draf versi 8 Desember:

  • Pasal 6 terkait KKSK: Kewenangan Menteri Keuangan di KKSK Diperbesar

Menteri Keuangan sekaligus Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mendapatkan tambahan kewenangan dalam RUU PPSK, yakni berhak mengambil keputusan jika terjadi deadlock saat rapat pengambilan keputusan di KSSK.

  • Pasal 7 terkait LPS: Kewenangan Baru Menjamin Polis, Badan Supervisi, dan Tambahan Anggota Dewan Komisioner

LPS memperoleh tambahan kewenangan sebagai lembaga penjamin polis dalam RUU PPSK. Penjaminan polis ini bertujuan melindungi pemegang polis, tertanggung atau peserta dari perusahan asuransi dan perusahaan asuransi syariah yang dicabut izin usahanya akibat kesulitan keuangan.

RUU PPSK mengamanatkan penambahan jumlah anggota dewan komisioner LPS dari saat ini enam anggota dewan komisioner menjadi tujuh anggota dewan komisioner . Omnibus law ini juga mengamanatkan pembentukan badan supervisi  LPS, sebagaimana yang dimiliki Bank Indonesia saat ini.

  • Pasal 8 terkait OJK: Perluasan Kewenangan Pengawasan, tambahan dewan komsioner, pembentukan badan supervisi, pengaturan pungutan bank

Melalui RUU PPSK, OJK mendapatkan tambahan kewenangan untuk mengawasi kegiatan investasi di sektor inovasi teknologi sektor keuangan (ITSK), aset keuangan digital, dan aset kripto, hingga perdagangan atau bursa karbon.

Aturan terkait pungutan industri sektor jasa keuangan diubah dalam RUU PPSK. Pungutan industri jasa keuangan tak lagi masuk sebagai penerimaan OJK, tetapi akan dikelola sesuai peraturan perundang- undangan di bidang keuangan negara. Anggaran OJK dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

RUU PPSK juga mengamanatkan penambahan jumlah anggota dewan komisioner OJK dari saat ini sembilan orang menjadi 11 anggota dewan komisioner. 

Omnibus law ini juga mengamanatkan pembentukan badan supervisi OJK, sebagaimana yang dimiliki Bank Indonesia saat ini.

  • Pasal 8 terkait Bank Indonesia: Independensi, pembelian SBN di pasar perdana, rupiah digital

RUU PPSK merevisi pasal 9 UU Bank Indonesia terkait larangan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Dalam pasal yang direvisi tersebut, pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia, kecuali untuk hal-hal tertentu yang secara tegas diatur dengan RUU tersebut. 

Adapun dalam penjelasan RUU PPSK terkait pasal tersebut, hal-hal tertentu yang dimaksud, di antaranya dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan atau perekonomian nasional.

Penjelasan RUU PPSK juga menjabarkan bahwa koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah untuk memitigasi dampak krisis dan mempercepat pemulihan ekonomi nasional serta memelihara Stabilitas Sistem Keuangan tidak termasuk dalam pengertian “campur tangan Pemerintah”. Kerja sama antara BI dan pihak lain atau pemberian bantuan teknis oleh pihak lain atas permintaan BI juga tak termasuk dalam pengertian 'campur tangan pihak lain'. 

Bank Indonesia dalam RUU PPSK juga kembali diberi kewenangan untuk membeli surat berharga negara di pasar perdana. Kewenangan ini berlaku dalam kondisi krisis sebagaimana ditetapkan oleh presiden. 

Kewenangan BI membeli SBN di pasar perdana sebenarnya sudah diatur oleh UU Nomer 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Melalui ketentuan pada beleid tersebut,  lahir tiga Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Kemenkeu dan BI yang berakhir tahun ini. Namun UU tersebut hanya berlaku selama status pandemi masih berlaku.

Selain itu, RUU PPSK mengatur kewenangan BI untuk menerbitkan rupiah digital.