Beda dengan RI, Kenaikan Upah Jadi Prioritas Kebijakan Jepang di 2023

ANTARA FOTO/REUTERS/Issei Kato/rwa/cf
Ilustrasi. Pemerintah Jepang akan memprioritaskan kenaikan upah dalam kebijakan ekonominya 2023.
Penulis: Agustiyanti
28/12/2022, 13.17 WIB

Pemerintah Jepang akan menjadikan kenaikan upah sebagai prioritas utama dalam kebijakan ekonominya tahun depan. Banyak yang memprediksi Negeri Sakura ini akan mengalami resesi ekonomi pada 2023.

"Tantangan terbesar bagi perekonomian Jepang adalah kurangnya pertumbuhan upah. Kecuali upah naik, konsumsi tidak akan meningkat dan perusahaan tidak akan meningkatkan investasi," kata Wakil Kepala Sekretaris Kabinet Seiji Kihara pada Rabu (28/12), seperti dikutip dari Reuters.

Ia mengatakan, perusahaan bertanggung jawab untuk memutuskan berapa kenaikan gaji. Namun, pemerintah akan membantu mencapai upah yang lebih tinggi melalui insentif pajak.

"Pemerintah juga dapat mendorong perusahaan untuk mengungkapkan lebih banyak informasi tentang berapa banyak yang mereka keluarkan untuk sumber daya manusia," katanya.

Pernyataan tersebut senada dengan Gubernur Bank of Japan (BOJ) Haruhiko Kuroda, yang telah menekankan bahwa upah yang lebih tinggi akan sangat penting bagi perekonomian Jepang. Menurut dia, target inflasi 2% secara berkelanjutan hanya dapat dicapai dengan permintaan domestik yang kuat.

"Pemerintah akan meningkatkan fokusnya untuk mencapai pertumbuhan upah. Ini sangat penting karena harga-harga naik," kata Kihara.

Pemerintahan Perdana Menteri Fumio Kishida melihat kekhawatiran yang meningkat atas kenaikan biaya hidup. Yen Jepang yang melemah secara tajam baru-baru ini mendorong biaya mengimpor bahan baku yang sudah mahal. 

Inflasi konsumen Jepang mencapai level tertinggi dalam empat dekade sebesar 3,7% pada bulan November, jauh di atas target BOJ. Kondisi ini memukul rumah tangga yang belum melihat kenaikan upah yang cukup untuk menutupi lonjakan harga barang konsumen.

Ekonomi Jepang pada kuartal III 2022 tercatat minus 0,3%. Negara ini akan masuk ke jurang resesi secara teknikal jika perekonomiannya kembali terkoreksi pada tiga bulan terakhir 2022.