Bank Indonesia mencatat arus modal asing yang masuk ke pasar keuangan Indonesia sepanjang pekan ini secara neto mencapai Rp 9,95 triliun. Masuknya modal asing turut mendorong kurs rupiah menguat ke level paling perkasanya dalam tiga bulan terakhir.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, asing mencatatkan beli neto Rp 12,36 triliun di pasar SBN, dan jual neto Rp 2,42 triliun di pasar saham.
"Selama tahun 2023, berdasarkan data setelmen sampai 12 Januari 2023, nonresiden beli neto Rp 16,31 triliun di pasar SBN dan jual neto Rp5,32 triliun di pasar saham," kata Erwin dalam keterangan resminya, Jumat (13/1).
Persepsi risiko investasi Indonesia menurun, tercermin dari premi CDS Indonesia lima tahun turun ke 86,82 bps per 12 Januari 2023 dari 92,63 bps per 6 Januari 2023. Imbal hasil alias yield SBN benchmark 10 tahun turun ke 6,61% pagi ini, menyusul penurunan yield UST 10 tahun pafa penutupan perdagangan kemarin di 3,44%.
Nilai tukar rupiah turut menguat terhadap dolar AS pada pekan ini di tengah derasnya modal asing yang masuk ke pasar obligasi pemerintah. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah parkir di level Rp 15.149 per dolar AS pada penutupan perdagangan pasar spot sore ini. Kinerja tersebut menandai level penguatan tertingginya selama lebih dari tiga bulan, dibandingkan Rp 15.124 pada 27 September tahun lalu.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat. penguatan rupiah beberapa hari terakhir bersumber dari dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri, pemerintah mengumumkan rencana revisi atura devisa hasil ekspor (DHE) yang tertuang dalam PP 1 tahun 2019.
Dalam rencananya, pemerintah akan memperluas sektor usaha eksportir yang wajib membawa pulang devisanya. Revisi juga terkait ketentuan batas waktu dan besaran repatriasi. Perubahan aturan ini, menurut Josua, akan menjaga suplai valas dalam negeri dan menjaga nilai tukar.
Selain itu, penguatan rupiah beberapa hari terakhir terdongkrak penantian pasar terhadap rilis data inflasi AS yang diramal melemah. Data inflasi Desember yang dirilis semalam mengonfirmasi ekspektasi pasar, dengan tingkat inflasi Desember 6,5% secara tahunan, turun dari bulan sebelumnya 7,1%.
"Data inflasi yang menurun tersebut mendorong ekspektasi pasar bahwa The Fed tidak akan seagresif tahun lalu sehingga dolar AS melemah, sementara rupiah salah satu yang menguatnya signifikan," kata Joshua saat dihubungi lewat sambungan telepon hari ini.