Bank Indonesia mencatat kenaikan bunga pinjaman bank masih terbatas sekalipun bunga acuan bank sentral sudah mengalami kenaikan 2,25%. Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan apresiasinya kepada para bankir yang menahan tingkat bunga pinjamannya.
Bank sentral perlu mengerek suku bunga acuannya sejak Agustus lalu untuk mengatasi kenaikan inflasi. Secara kumulatif kenaikan suku bunga BI sudah sebesar 2,25% menjadi 5,75% pada hari ini.
Meski demikian, Perry menyebut likuditas di perbankan masih berlebih. Walhasil kenaikan bunga pinjaman bank tak setinggi kenaikan bunga acuan. Rata-rata bunga kredit di bank naik 0,21% selama periode kenaikan bunga acuan BI, atau Agustus 2022-Januari 2023.
"Makanya saya terima kasih nih kepada para bankir-bankir yang tidak menaikkan bunga, kalaupun naik 0,21% wajar lah," kata Perry dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (19/1).
Ia menilai bunga pinjaman masih belum perlu dinaikkan di tengah likuiditas yang berlimpah. Ini tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tetap tinggi, mencapai 31,20% yang meningkat dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 30,42%. Data ini menunjukkan ketersediaan dana bagi perbankan untuk penyaluran kredit bagi dunia usaha.
"Apalagi kami sudah kasih hint bahwa kenaikan bunga 2,25% memadai," kata Perry.
Pernyataan Perry itu memberi sinyal kemungkinan kenaikan suku bunga akan memasuki babak akhir. Ekonom Bank Danamon Irmam Faiz dalam catatannya juga memperkirakan siklus kenaikan bunga akan segera berakhir meski bunga acuan masih bisa naik lagi 50 bps tahun ini ke level 6,25%.
Pernyataan Perry sebelumnya menegaskan bahwa kenaikan bunga 2,25% sejak Agustus lalu dianggap memadai untuk menjaga inflasi inti di bawah 4%. Kenaikan bunga tersebut juga diperkirakan bisa membawa inflasi secara umum, IHK, turun ke bawah 4% pada paruh kedua tahun ini.
BI menaikkan bunga keenam kalinya pada pertemuan hari ini sebesar 25 bps atau 0,25%. BI menyebut langkahnya ini secara front loaded, pre-emptive, dan forward looking memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan.
Di luar kebijakan kenaikan bunga itu, BI juga memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi sebagai berikut:
- Memperkuat operasi moneter melalui kenaikan struktur suku bunga di pasar uang sesuai dengan kenaikan suku bunga BI
- Memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi lewat triple intervention
- Melanjutkan penjualan/pembelian SBN di pasar sekunder untuk meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN bagi masuknya investor portofolio asing dan menjaga rupiah
- Mengimplementasikan instrumen operasi moneter (OM) valas berupa TD valas Devisa Hasil Ekspor (DHE) sebagai instrumen penempatan DHE oleh eksportir melalui bank kepada BI
- Melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK)
- Memperkuat kebijakan sistem pembayaran melalui perluasan kepesertaan BI-FAST baik melalui bank maupun Lembaga Selain Bank (LSB), kanal layanan serta implementasi layanan Fase 1 Tahap 2 (Bulk Credit, Direct Debit, dan Request For Payment). BI juga mendorong implementasi dan sosialisasi Kartu Kredit Pemerintah Domestik sesuai timeline pada tahun 2023 serta perluasan QRIS untuk 45 juta pengguna
- Memperkuat kerja sama internasional dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya, serta fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.