Ekonomi Pakistan di Ambang Kehancuran: Harga Melonjak, Listrik Padam

ANTARA FOTO/REUTERS/Akhtar Soomro/HP/dj
Pakistan menghadapi krisis ekonomi yang diperburuk oleh ketidakstabilan politik.
Penulis: Agustiyanti
3/2/2023, 12.11 WIB

Ekonomi Pakistan kini di ambang kehancuran. Negara Asia Selatan ini kini hanya memiliki mata uang asing yang cukup untuk membayarkan impor selama tiga minggu ke depan. 

Ribuan kontainer pengiriman menumpuk di pelabuhan, biaya kebutuhan pokok seperti makanan dan energi meroket, hingga antrean panjang terbentuk di SPBU. Pemadaman listrik bahkan terjadi secara nasional pada bulan lalu, membuat orang-orang Pakistan semakin khawatir dengan kondisi negaranya. 

Pemadaman listrik itu membuat ratusan juta orang penduduk dalam kegelapan, mematikan jaringan transportasi, dan memaksa rumah sakit mengandalkan generator. Pejabat Pakistan hingga kini belum mengidentifikasi penyebab pemadaman listrik tersebut. 

Muhammad Radaqat, seorang penjual sayur berusia 27 tahun memiliki khawatiran. Dia tidak tahu berapa harga bawang merah minggu depan dan bagaimana dia bisa membeli bahan bakar yang dia butuhkan untuk menghangatkan keluarganya.

“Yang kami tahu dari pemerintah adalah bahwa keadaan akan menjadi lebih buruk,” kata Radaqat, seperti dikutip dari CNN, Kamis (2/2) 

Kecemasannya mencerminkan suasana hati negara yang tengah berlomba untuk menangkal krisis ekonomi. Pakistan kini tengah menghadapi kekurangan dolar AS dan hanya memiliki cadangan mata uang asing yang cukup untuk membayar impor selama tiga minggu.

Kondisi ekonomi Pakistan memberikan tekanan kepada  Perdana Menteri Shehbaz Sharif untuk mengantongi pembiayaan darurat dari Dana Moneter Internasional mencapai miliaran dolar AS. Ia akan mengirimkan delegasi ke negara itu minggu ini untuk melakukan pembicaraan.

Mata uang Pakistan, rupee, baru-baru ini anjlok ke posisi terendah baru terhadap dolar AS setelah pihak berwenang melonggarkan kontrol mata uang untuk memenuhi salah satu persyaratan pinjaman IMF. Di sisi lain, Pemerintah menolak perubahan yang diminta IMF, seperti pelonggaran subsidi BBM, karena akan menyebabkan lonjakan harga baru dalam jangka pendek.

Penyebab Krisis

Pakistan sedang mengalami apa yang oleh para ekonom sebut sebagai krisis neraca pembayaran. Negara ini telah membelanjakan lebih banyak untuk perdagangan daripada yang dihasilkannya, menghabiskan stok mata uang asingnya dan membebani nilai rupee.

Dinamika ini membuat pembayaran bunga utang dari pemberi pinjaman asing menjadi lebih mahal dan mendorong biaya impor barang lebih tinggi lagi.

Negara ini juga bergulat dengan kenaikan harga yang merajalela. Bank sentral negara tersebut juga telah menaikkan suku bunga utamanya menjadi 17% untuk menekan inflasi yang mencapai 28% secara tahunan.

Kepala Penelitian Investasi Pialang Terbesar di Pakistan Arif Habib, Tahir Abbas menilai, ketidakstabilan politik dan upaya untuk menopang mata uangnya telah membebani investasi dan ekspor.

Banjir bersejarah musim panas lalu juga menyebabkan tagihan besar untuk rekonstruksi dan bantuan, menambah beban anggaran pemerintah. Bank Dunia memperkirakan bahwa setidaknya US$16 miliar diperlukan untuk mengatasi kerusakan dan kerugian akibat bencana tersebut. 

Faktor global juga telah memperburuk situasi ekonomi Pakistan. Perlambatan ekonomi telah membebani permintaan ekspor Pakistan, sedangkan reli tajam nilai dolar AS tahun lalu menambah tekanan pada negara-negara yang mengimpor makanan dan bahan bakar dalam jumlah besar. Harga komoditas ini sudah melonjak akibat pandemi dan perang Rusia di Ukraina, yang membutuhkan pengeluaran lebih besar.

IMF telah berulang kali memperingatkan bahwa harga makanan yang meningkat dapat menekan ekonomi yang rentan. Meskipun diperkirakan bahwa pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang akan mengalami kenaikan moderat dalam pertumbuhan tahun ini karena dolar turun dari level tertingginya, inflasi global turun dan pembukaan kembali Cina memacu permintaan, kemampuan untuk mengelola beban utang tetap menjadi perhatian.

IMF dalam prospek ekonomi yang dirilis pekan ini menyebutkan bahwa 15% negara berpenghasilan terendah telah mengalami kesulitan utang, sedangkan 45% lainnya berisiko tinggi berjuang untuk memenuhi kewajiban mereka.

IMF juga memperkirakan 25% dari ekonomi pasar berkembang juga berisiko tinggi. Tunisia, Mesir, dan Ghana semuanya mencari dana talangan IMF senilai miliaran dolar dalam beberapa bulan terakhir.

Menurut para investor dan ekonom,  pembicaraan antara Pakistan dengan IMF untuk memulai kembali program bantuannya yang macet harus berhasil agar negara tersebut tidak gagal bayar. Delegasi IMF tiba pada hari Selasa dan dijadwalkan untuk tinggal hingga 9 Februari.

“Ketersediaan pinjaman IMF sangat penting,” kata Ammar Habib Khan, seorang non-residen senior di Atlantic Council.

Farooq Tirmizi, CEO dari sebuah startup yang memiliki investor di Pakistan, Elphinston mengatakan bahwa meskipun program IMF dilanjutkan, tak semua masalah di Pakistan dapat selesai. Ia menekankan, masalah utama yang mengganggu Pakistan bukan hanya ekonomi, tetapi politik.  Pemerintah berjalan di tempat dantidak mau melakukan perubahan struktural.

Krisis ekonomi Pakistan menjadi pusat pertikaian politik antara Sharif dan pendahulunya, Imran Khan pada tahun lalu. Khan digulingkan oleh mosi tidak percaya pada bulan April setelah Sharif menuduhnya salah urus ekonomi.

Situasi terus bergejolak sejak saat itu. Pakistan telah melalui tiga menteri keuangan dalam waktu kurang dari setahun. Dua yang terakhir adalah bagian dari pemerintahan saat ini yang menimbulkan pertanyaan tentang apakah Sharif dapat mempertahankan kekuasaan. Negara ini diperkirakan akan mengadakan pemilihan umum musim panas ini.

Keributan itu terjadi saat Pakistan menghadapi gelombang serangan baru oleh militan. Awal pekan ini, sebuah bom bunuh diri menghancurkan sebuah masjid di kota Peshawar, menewaskan sedikitnya 100 orang. Itu adalah salah satu serangan paling mematikan di negara itu dalam beberapa tahun.