Ekspor Tertekan, Surplus Neraca Dagang Januari 2023 Diramal Turun

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.
Sebuah kapal tunda bersandar di Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (10/12/2020).
Penulis: Abdul Azis Said
15/2/2023, 09.45 WIB

Mayoritas ekonom memperkirakan surplus neraca dagang Januari 2023 kembali menyusut dibandingkan bulan sebelumnya. Hal ini lantaran kinerja ekspor akan dipengaruhi penurunan harga komoditas dan permintaan global, sementara perbaikan manufaktur di dalam negeri mendorong permintaan barang impor.

Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data neraca dagang awal tahun hari ini pukul 11.00 WIB. Tiga ekonom yang dihubungi Katadata.co.id memperkirakan surplus akan lebih rendah dari bulan sebelumnya, berkisar US$ 3,2-3,8 miliar.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memperkirakan surplus neraca dagang Januari 2023 akan sedikit menyusut menjadi US$ 3,83 miliar dari bulan sebelumnya US$ 3,89 miliar.

Ekspor diperkirakan tumbuh 11,9% secara tahunan, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya 6,58%. Hal ini didorong masih kuatnya ekspor komoditas seperti batu bara. Namun berlanjutnya penurunan harga membuat pertumbuhan ekspor tak setinggi tahun lalu.

Impor diperkirakan turun 3,2% dibandingkan tahun sebelumnya, namun tidak sedalam Desember 2022 yang turun 6,6%. "Impor sesuai pola musiman. Biasanya aktivitas ekonomi di awal tahun masih belum kuat jadi impor masih rendah," kata David, Selasa (14/2).

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan surplus dagang bulan lalu akan menyusut lebih dalam menjadi US$ 3,27 miliar. Penyebabnya, kata dia, karena penurunan nilai ekspor secara bulanan lebih dalam dibandingkan penurunan impor.

Laju pertumbuhan ekspor diperkirakan 20,13% secara tahunan. Secara bulanan, kinerja ekspor akan terpengaruh volume ekspor dua komoditas utama, CPO dan batu bara yang menurun dibandingkan bulan sebelumnya. Harga batu bara juga menurun sekitar 9% dari bulan sebelumnya, meskipun harga CPO naik tipis 1%.

Impor diperkirakan meningkat berkisar 8,54% secara tahunan. Hal ini dipengaruhi aktivitas manufaktur Indonesia yang cenderung masih dalam fase yang ekspansif sehingga berpotensi mendorong masih tingginya impor bahan baku.

"Selain itu, terkait dengan upaya stabilisasi harga pangan, pemerintah juga sudah membuka keran impor terutama produk pertanian terutama beras sehingga juga mendorong impor di awal tahun ini," kata Josua dalam catatannya.

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan surplus neraca dagang menyusut menjadi US$ 3,43 miliar seiring pelemahan permintaan global dan harga komoditas.

Ekspor diperkirakan menurun 10,9% dibandingkan bulan sebelumnya karena harga batu bara turun serta permintaan global melemah. Namun secara tahunan tumbuh lebih tinggi yakni 10,8% karena efek ekspor yang rendah pada Januari 2022 seiring adanya larangan ekspor batu bara.

Impor diperkirakan turun 10,4% dibandingkan bulan sebelumnya, sementara secara tahunan turun 2,23%. "Data terakhir PMI Manufaktur dan keyakinan konsumen Indonesia menunjukkan permintaan domestik yang sedikit membaik, tetapi harga minyak terlihat menurun," kata Faisal dalam catatannya.

Reporter: Abdul Azis Said