Kemenkeu Perkirakan Anggaran Subsidi Energi Tak Bengkak Lagi Tahun Ini
Kementerian Keuangan memperkirakan anggaran subsidi dan kompensasi energi tahun ini Rp 339,6 triliun akan mencukupi. Realisasinya membengkak puluhan triliun pada tahun lalu sekalipun alokasinya sudah ditambah tiga kali lipat dan harga BBM subsidi dinaikkan,
"Mungkin di kisaran itu (Rp 339 triliun) masih cukup memadai untuk menahan gejolak dari nilai tukar, harga minyak mentah Indonesia (ICP) dan volume," kata Plt Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Pusat Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Wahyu Utomo dalam diskusi INDEF, Selasa (14/2).
Subsidi dan kompensasi energi ini mencakup BBM, LPG tabung melon 3 Kg dan listrik. Wahyu menjelaskan realisasi anggaran sangat bergantung dari tiga faktor, nilai tukar rupiah, harga ICP, dan volume konsumsi.
Ia melihat memang masih ada tekanan dari sisi nilai tukar. Rata-rata rupiah sepanjang tahun ini diperkirakan di atas asumsi dalam APBN. Namun, dua faktor lainnya kemungkinan melemah. Rata-rata harga ICP diperkirakan lebih rendah dari asumsi US$ 90 per barel karena perekonomian berpotensi melambat sehingga permintaan turun dan harga mendingin. Meski demikian ia tidak menampik harga ICP juga berpotensi masih volatile.
Volume konsumsi juga kemungkinan tidak akan setinggi tahun lalu. Pemerintah menyiapkan volume Solar bersubsidi sekitar 17 juta KL dan Pertalite 29 juta KL. "Dampak penyesuaian harga BBM September lalu memperlambat pertumbuhan konsumsi," kata Wahyu.
Kementerian Keuangan melaporkan realisasi sementara belanja subsidi dan kompensasi energi tahun lalu sebesar Rp 551,2 triliun, lebih besar Rp 48,7 triliun dari pagu yang disediakan. Anggaran tetap tidak cukup sekalipun pemerintah sudah menaikkan BBM bersubsidi, Pertalite dan Solar pada September 2022.
"Kenaikan harga Pertalite dan Solar 30% pada September kemarin relatif modest (rendah), ini karena kita tetap ingin melindungi momentum pemulihan, tetapi konsekuensinya anggaran melonjak lebih dari tiga kali lipat dan pada akhir tahun kita melihat realisasinya bahkan lebih tinggi lagi," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA, Selasa (3/1).
Anggaran subsidi dan kompensasi energi tahun lalu sebetulnya dirancang hanya mencapai Rp 152,5 triliun. Namun, Sri Mulyani mengatakan pagunya dinaikkan lebih dari tiga kali lipat untuk menjaga masyarakat dari dampak kenaikan harga minyak dunia sehingga menjadi Rp 502,4 triliun.
Meski anggarannya sudah dipertebal, nilainya tetap tidak cukup. Oleh karena itu, menurut dia, pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga Pertalite menjadi Rp 10 ribu per liter, Solar menjadi Rp 6,800 mulai 3 September lalu.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, pemerintah menggunakan pos belanja lainnya dalam APBN 2022 yang tidak terserap sepenuhnya untuk menutup pembengkakan pada belanja subsidi dan kompensasi energi.
"Kami lakukan optimalisasi dari sejumlah kegiatan yang anggarannya tidak terserap seluruhnya, sehingga kita dapat mengalihkan nya untuk membayar subsidi dan kompensasi," kata Isa dalam acara yang sama dengan Sri Mulyani.