Pemerintah mematok target awal untuk defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun depan antara 2,16%-2,64% dari produk domestik bruto (PDB). Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan belanja pemerintah akan difokuskan untuk agenda prioritas nasional.
Keseimbangan primer diperkirakan semakin mendekati titik impas atau nol. Indikator ini mencerminkan kesiembangan antara pendaparan dikurangi belanja negara, di luar pembayaran bunga utang.
"Pendapatan negara akan tetap tumbuh, dengan rasio perpajakan yang akan terus meningkat, sementara bea ja negara akan dijaga secara disiplin sesuai prioritas agenda nasional," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers usai ratas di Istana Presiden, Jakarta, Senin (20/2).
Berbagai target tersebut yang akan dimasukkan ke dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF). Ini merupakan dokumen berupa bahan pembicaraan pendahuluan dalam penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN 2024.
Meski demikian, dalam pembicaraan awal terkait kerangka APBN tahun depan, Sri Mulyani belum merencanakan beberapa target kerangka ekonomi makro maupun postur pendapatan dan belanja negara.
Ia menyinggung beberapa program yang akan jadi prioritas anggaran pada tahun terakhir era Jokowi itu mencakup program penurunan kemiskinan ekstrem menjadi 0% serta penurunan stunting hingga 3,8%. Di samping itu, pemerintah juga akan memfokuskan pada infrastruktruktur untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing perekonomian domestik.
Pada tahun lalu, defisit anggaran tercatat sebesar Rp 464,3 triliun, atau 2,38% PDB. Realisasinya jauh lebih kecil dari target sebesar 4,85% seiring penerimaan negara yang moncer berkat harga komoditas, pemulihan ekonomi serta implementasi beleid baru perpajakan.
Pemerintah menargetkan defisit anggaran tahun ini sebesar Rp 598,2 triliun atau 2,84% dari PDB. Targetnya memang lebih tinggi dari realisasi tahun lalu, namun target tersebut memang disusun pada pertengahan tahun lalu.