PPATK: Transaksi Janggal Rp 300 T Tak Terkait Cuci Uang PNS Kemenkeu
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengklarifikasi transaksi mencurigakan Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan bukan merupakan indikasi dugaan korupsi maupun tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh pegawai Kemenkeu. Transaksi jumbo tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana asal Kepabeanan dan Perpajakan yang ditangani Kementerian Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal.
"Ini sekali lagi bukan tentang penyimpangan ataupun bukan tentang tindak pidana korupsi oleh pegawai Kemenkeu, tetapi lebih karena posisi Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal, sama seperti KPK, Kepolisian dan Kejaksaan. Nilainya juga besar-besar," ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana kepada wartawan ditemui di Kementerian Keuangan, Selasa (14/3).
Ia menjelaskan temuan transaksi mencurigakan dengan angka jumbo sebenernya juga ditemukan terkait dengan kasus tindak pidana yang ditangani KPK, Kejaksaan, maupun kepolisian. "Bicara tentang penyidikan Kepabeanan mauapun perpajakan juga memang angkanya luar biasa besar, muncul sekitar Rp 300 triliun," kata Ivan.
Ivan kembali menekankan bahwa transaksi mencurigakan mencapai Rp 300 triliun tak terkait dengan penyalahgunaan kekuasaan atau korupsi di lingkungan Kementerian Keuangan. Temuan ini terkait kasus-kasus kepabeanan dan perpajakan terkait tindak pidana asal yang wajib dianalisis oleh PPATK.
"Pada saat kami melakukan hasil analisis kami sampiakan kepada Kemenkeu untuk ditindaklanjuti. Kami terus melakukan koordinasi dan upaya agar bagaimana kasus-kasus ini bisa ditangani secara baik, tidak hanya dengan kemenkeu tapi juga aparat pengak hukum lain," ujarnya,
Adapun pihaknya, menurut Ivan, juga memang melalukukan analisis transaksi yang terkait dengan pegawai Kementerian Keuangan baik dilakukan sendiri maupun atas permintaan. Namun, nilai transaksi mencurigakan yang terkait pergawai Kementerian Keuangan jauh dari angka transaksi ratusan triliun yang sebelumnya dipaparkan.
"Itu ditangani oleh Kemnkeu secara sangat baik,dan koordinasi akan kami lakukan terus menerus walaupun kami melihat bahwa ada hal-hal yang kami perlu mendapatkan update dari teman-teman Kemenkeu," katanya.
Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Awan Nurmawan Nuh ikut menegaskan bahwa transaksi mencurigakan Rp 300 triliun yang berdasarkan pada hasil analisis PPATK bukan dugaan korupsi maupun tindak pidana pencucian uang di Kementerian Keuangan. "Kami di Kemenkeu komitmen melakukan pembersihan. Kami tentu intens berkomuikasi dengan Pak Ivan. Mengenai informasi-informasi pegawai, itu kami tindaklanjuti secara baik dan proper. Intinya, kerja sama antara Kemenkeu dan PPATK sudah begitu cair," ujarnya.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD sebelumnya mengungkapkan temuan transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan mencapai Rp 300 triliun berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sejak 2009. Namun, Mahfud pada akhir pekan lalu sempat mengklarifikasi bahwa temuan tersebut bukan merupakan dugaan kasus korupsi, tetapi TPPU yang melibatkan 467 pegawai Kementerian Keuangan.
"Laporan dugaan pencucian uang oleh PPATK itu begitu dikeluarkan harus ada laporan feedback seperti apa. Nah itu, ada bermacam-macam, ada yang sudah ditangani atau ada yang belum dan seterusnya. Jadi tidak benar isu berkembang di Kemenkeu, ada korupsi Rp 300 triliun," kata dia.
Meski demikian, menurut dia, pihaknya telah mengambil sampel dari 7 kasus yang dilaporkan PPATK. "Sudah dihitung, 7 kasus itu mencapai Rp 60 triliun TPPU-nya," kata Mahfud.
Ia menjelaskan, temuan transaksi mencurigakan yang disampaikannya mencapai Rp 300 triliun merupakan dugaan dari tindak pidana pencucian uang. "Tindak pidana pencucian uang itu bukan korupsi itu sendiri," ujarnya.
Mahfud memberikan contoh mudah terkait tindakan pencucian uang yang baru ditemukan PPATK, yakni terkait kasus Rafael Alun. Menurut dia, publik sudah dikejutkan dengan laporan kekayaan Rafael berdasarkan LHKPN 2021 yang mencapai Rp 56 miliar. Namun, ternyata PPATK menemukan dugaan tindak pidana pencucian uang yang lebih besar.
"Lalu dibuka lah, Pak , ternyata pada 2013, kami sudah mengirimkan surat bahwa ada indikasi yang bersangkutan melakukan tindak pidana pencucian uang. Ternyata ditemukan dugaan pencucian uangnya Rp 500 miliar," ujarnya.
Mahfud mengatakan, korupsi yang dilakukan oleh oknum pegawai Kemenkeu mungkin tak besar. Namun, tindak pidana pencucian jauh lebih besar dan perlu dikonstruksikan sesuai hukum.
"Misalnya, korupsi Rp 10 miliar bentuknya gratifikasi. Yang dibelakang dia, lalu anaknya rekening berapa, istrinya berapa. Ini lalu yang dalam UU kita, supaya dikonstruksikan dalam hukum tindak pidana pencucian uang. Jadi kalau disimpulkan, di Kemenkeu mungkin ada masalah-masalah itu, tapi tidak semuanya benar korupsi," katanya.