BI Lihat Bunga The Fed Masih akan Naik Meski Ada Krisis Perbankan

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memperkirakan, laju kenaikan suku bunga diperkirakan berlanjut sekalipun terjadi krisis perbankan dengan kejatuhan tiga bank dalam beberapa waktu terakhir.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
17/3/2023, 13.11 WIB

Bank Indonesia memperkirakan suku bunga bank sentral AS, The Federal Reserve masih akan naik pada tahun ini ke level 5,25%. Laju kenaikan suku bunga diperkirakan berlanjut sekalipun terjadi krisis perbankan dengan kejatuhan tiga bank dalam beberapa waktu terakhir. 

Berdasarkan perkiraan dasar BI, suku bunga The Fed akan naik hingga 5,25% pada tahun ini, bahkan berpeluang mencapai 5,5%. Perkiraan level terminal rate itu lebih tinggi dari ramalan sebelumnya yang hanya di level 5%. Adapun level bunga The Fed saat ini di 4,5%-4,75%.

"Dalam konteks ini kalau kita lihat memang inflasi AS menurun tetapi inflasi artinya menurunnya sangat lambat, baik karena memang ekonominya tumbuh cukup baik tapi juga karena kekuatan pasar tenaga kerja," kata Gubernur BI Perry Wariyo dalam konferensi pers, Kamis (16/3).

Perry menilai pembuat kebijakan The Fed tentunya akan mempertimbangkan faktor stabilitas keuangan dalam kebijakan moneternya, terutama setelah kejatuhan tiga bank AS. Namun ia optimistis pasar keuangan AS akan stabil dengan cepat setelah tindakan penyelamatan yang dilakukan regulator AS. Karena itu menurutnya pertimbangan stabilitas itu sudah tidak terlalu signifikan lagi mempengaruhi keputusan The Fed.

Dengan pulihnya pasar keuangan, The Fed akan kembali fokus melihat kondisi fundamental sebagai pertimbangna utama suku bunga. Data-data yang akan jadi perhatian yakni inflasi yang turun lambat dan pasar tenaga kera yang masih ketat.

Implikasinya ke dalam negeri, Perry menegaskan bahwa lembaganya memiliki otonomi dalam memutuskan kebijakan moneter. Keputusan BI tidak secara langsung berkorelasi dengan laju kenaikan suku bunga The fed.

"Kebijakan BI khususnya suku bunga didasarkan kepada ekspektasi dan proyeksi inflasi ke depan dan imbanganya terhadap pertumbuhan ekonomi, selalu begitu. Jadi tidak on to one direction dan berkorelasi dengan The Fed," kata dia.

Perry menyebut tidak diperlukan lagi kenaikan suku bunga di dalam negeri. Alasannya karena inflasi inti, data yang menjadi perhatian utama BI, sudah menurun dan tetap di bawah 4% sampai dengan bulan lalu. Level bunga 5,75% saat ini dinilai sudah memadai menjaga inflasi dan rupiah.

Kejatuhan Tiga Bank AS

Tiga bank di AS bersamaan bangkrut dalam dua pekan terakhir, yakni Signature Bank, Silicon Valley Bank (SVB) dan Silvergate Bank. Musibah tersebut ikut memengaruhi ekspektasi pasar terhadap arah kebijakan The Fed ke depan. 

Berdasarkan alat pemantauan CME Group FedWatch Tool, mayoritas pasar saat ini memperkirakan bunga The Fed akan naik 25 bps pada pertemuan pekan depan. Sebelum ramai kejatuhan bank-bank di AS, pasar juga berekspektasi kemungkinan kenaikan bunga 50 bps karena inflasi yang masih tinggi dan pasar tenaga kerja yang masi ketat. 

Namun, ekspektasi pasar berbalik setelah kejatuhan SVB yang menggoyang pasar keuangan pekan ini. Probabilitas kenaikan 50 bps saat ini hanya 0%, dari pekan lalu yang masih mencapai 68,3%. Ekspektasi yang berkembang saat ini juga terkait kemungkinan The Fed tidak menaikan suku bunganya.

"Mengingat tekanan dalam sistem perbankan, kami tidak lagi memperkirakan The Fed menaikkan suku bunga pada  pertemuan berikutnya 22 Maret," kata ekonom Goldman Jan Hatzius dikutip dari CNBC Internasional.

Reporter: Abdul Azis Said