Nilai tukar rupiah dibuka melemah 36 poin ke level Rp 14.935 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Namun, rilis data tenaga kerja AS dan manufaktur AS yang lebih buruk semalam diharapkan dapat mendukung penguatan rupiah dan mata uang Asia lainnya.
Mengutip Bloomberg, rupiah terus melemah ke arah Rp 14.938 pada pukul 09.45 WIB, atau sudah terkoreksi 0,28% dibandingkan posisi penutupan kemarin.
Rupiah jatuh paling dalam dibandingkan mata uang Asia lainnya pagi ini. Yuan Cina melemah 0,03% bersama dolar Taiwan 0,11%. Sebaliknya, mata uang Asia lainnya menguat seperti yen Jepang 0,02%, won Korsel 0,29%, peso Filipina 0,05%, ringgit Malaysia 0,19% dan baht Thailand 0,24%.
Analis PT Sinarmas Futures Ariston Tjendra memperkirakan rupiah kembali menguat hari ini setelah data tenaga kerja AS memburuk tadi malam. Rupiah berpeluang menguat ke arah Rp 14.850, dengan potensi resistance di kisaran Rp 15.000 per dolar AS.
Jumlah pembukaan lapangan kerja baru di AS pada Maret 2023 turun menjadi 9,9 juta, rekor terendah hampir dua tahun terakhir. Penurunan tersebut mengindikasikan pasar tenaga kerja AS, salah satu faktor pemicu tekanan inflasi, mulai melonggar.
Data lainnya yang dirilis semalam juga memburuk. Permintaan baru untuk produksi di pabrik-pabrik AS kembali turun 0,7% pada Februari, lebih dalam dari perkiraan pasar 0,5%.
"Rilis data ekonomi AS semalam yang di bawah perkiraan menambah keyakinan pasar bahwa Bank Sentral AS mungkin akan menahan kenaikan suku bunga acuannya dalam waktu dekat bahkan memunculkan ekspektasi bahwa suku bunga acuan AS akan dipangkas di akhir tahun," kata Ariston dalam catatannya pagi ini, Rabu (5/4).
Dari dalam negeri, inflasi Maret yang terus turun dan stabil menjadi sentimen positif ke rupiah. Inflasi Maret sebesar 4,97% secara tahunan, turun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 5,47%.
Berbeda, analis DCFX Lukman Leong menyebut rupiah berpotensi melemah karena adanya sentimen risk off alias investor menghindari aset berisiko hari ini. Rupiah diperkirakan bergerak di rentang Rp 14.850-Rp 15.050 per dolar AS
"Sentimen risk off didorong serangkaian data ekonomi yang lemah dari AS, pada Senin, data ISM manufaktur yang lebih rendah, Selasa data lowongan pekerjaan JOLT dan pemesanan pabrik yang juga lebih rendah," kata Lukman dalam catatannya pagi ini.
Di samping itu, penguatan rupiah beberapa hari terakhir menurutnya rentan terjadi aksi profit taking. Namun penurunan pada imbal hasil obligasi AS akan mendukung rupiah.